Sabtu, 21 Januari 2012
kandungan hara kompos titonia
IV.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Analisis Kompos
4.1.1
Kandungan Hara Kompos Titonia
Ciri kimia kompos
titonia yang meliputi pH, C-organik, N-total, C/N, P- total, K, Ca, dan Mg dapat
dilihat pada Tabel 4. Semua
kompos titonia mempunyai pH netral dan pemberian agen hayati tidak berpengaruh terhadap
kandungan hara kompos titonia. Nilai pH
6,5 – 6,7 sudah sesuai dengan syarat kompos yang baik, seperti yang dikemukakan
oleh Salundik dan Simamora (2006), bahwa nilai pH kompos sekitar 6,5 – 7,5
sudah bagus. Pemberian kompos tersebut
ke dalam tanah diharapkan akan dapat menaikkan pH tanah.
Tabel 4. Ciri kimia kompos titonia
dengan agen hayati yang berbeda - beda dan tanpa agen hayati.
Ciri
kimia Kompos
|
Perlakuan
|
|||
A (15 kg Titonia + Orgadec)
|
B (15 kg Titonia + EM4)
|
C (15 kg Titonia + Stardec)
|
D (15 kg Titonia)
|
|
pH
|
6,61nt
|
6,74nt
|
6,63nt
|
6,51nt
|
C-organik (%)
|
42,169
|
43,079
|
41,859
|
43,640
|
N-total (%)
|
2,800
|
3,236
|
3,204
|
3,329
|
C/N
|
15,060
|
13,314
|
13,063
|
13,110
|
P –
total (%)
|
0,163
|
0,234
|
0,191
|
0,229
|
K (%)
|
3,512
|
3,789
|
3,948
|
4,265
|
Ca (%)
|
1,333
|
1,364
|
2,054
|
1,677
|
Mg (%)
|
0,763
|
0,772
|
0,803
|
0,824
|
Ket
: nt = netral
Pada Tabel 4 terlihat
bahwa kandungan C-organik kompos titonia pada semua perlakuan (A, B, C dan D )
berkisar antara 41,859 – 43,079% atau sekitar 71,997–74,095% bahan organik. Kandungan
bahan organik ≥70% sudah memenuhi syarat kompos yang baik (Lampiran 11). Hal ini berarti kompos titonia dapat menyumbangkan bahan organik tinggi yang merupakan sumber unsur hara bagi tanaman. Selaras
dengan pendapat Hakim et al.
(1987), yang
menyatakan bahwa kompos mampu
mensuplai sejumlah unsur hara ke dalam tanah seperti N, P, K, Mg, Ca dan unsur
hara lainnya. Hakim dan Agustian (2003),
juga menyatakan bahwa titonia dapat dijadikan sebagai sumber bahan organik dan
unsur hara.
Hal yang menarik adalah kompos titonia tanpa agen hayati (D) mengandung C-organik
lebih tinggi 0,561 – 1,220% dibandingkan dengan perlakuan lain yang menggunakan
agen hayati (A, B, dan C). Hal itu dapat disebabkan oleh titonia mudah
melapuk, sehingga agen hayati tidak diperlukan.
Kandungan N-total kompos titonia pada Tabel
4 hampir seragam, yaitu sekitar 2,800 – 3,329%. Kadar N sebesar 2,8 – 3,3% tersebut
sudah sesuai dengan syarat kompos yang baik pada Lampiran 11, yaitu ≥ 2,12% N. Kandungan N kompos yang paling tinggi terdapat pada perlakuan D (3,329%), kemudian
disusul oleh perlakuan B (3,236%) dan C (3,204%). Kadar N yang paling rendah
didapatkan pada perlakuan A (2,800%), yaitu kompos yang menggunakan titonia + Orgadec.
Rendahnya kadar N kompos
yang menggunakan agen hayati Orgadec disebabkan karena kompos ini lebih
terombak, sehingga unsur yang dibebaskan hilang bersama air yang terbuang dari
kompos atau N menguap. Hal ini sesuai
dengan pendapat Indriani (2001), yang menyatakan bahwa mikroba yang terdapat
dalam activator Orgadec yaitu Trichoderma
pseudokoningii dan Cytophaga sp.,
mempunyai kemampuan melapukkan bahan organik dalam waktu singkat dan bersifat
antagonis terhadap beberapa penyakit akar.
Hakim
et al. (1988), mengemukakan bahwa N
merupakan salah satu unsur hara yang sangat penting dan dapat disediakan
melalui pemupukan atau pemberian kompos. Parnata (2004), juga menyatakan bahwa
tumbuhan memerlukan N untuk pertumbuhan, terutama pada fase vegetatif yaitu
pertumbuhan cabang, daun, dan batang. Kekurangan
N dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak normal atau kerdil, jaringan
tanaman mengering dan mati, pertumbuhan buah tidak sempurna yaitu cepat masak
dan kadar proteinnya kecil.
Pada Tabel 4,
dapat dilihat ratio C/N seluruh kompos titonia pada semua perlakuan (A, B, C
dan D) ≤ 20. Nilai C/N ≤ 20 sudah memenuhi
syarat kompos yang baik dan bagus pada Lampiran 11. Hal ini
berarti kompos titonia yang diinkubasikan selama empat minggu sudah mencapai
tingkat kematangan sempurna dan siap untuk diaplikasikan di lapangan. Indriani (2001), menyatakan bahwa nilai C/N
merupakan hasil perbandingan antara karbohidrat dengan N. Nilai C/N tanah sekitar 10 – 12. Apabila bahan organik mempunyai C/N mendekati
atau sama dengan C/N tanah, maka bahan tersebut dapat digunakan atau diserap
tanaman. Prinsip pengomposan adalah
menurunkan C/N ratio bahan organik tersebut sehingga sama dengan C/N tanah
(< 20). Hal yang sama juga dinyatakan
oleh Simamora dan Salundik (2006), jika
dianalisis di laboratorium, kompos yang sudah matang akan memiliki ciri: 1)
tingkat kemasaman (pH) kompos agak masam sampai netral (6,5 – 7,5); 2) memiliki C/N sebesar 10 – 20; dan 3) daya
absorbsi (penyerapan) air tinggi.
Tsabitah (2007), mengemukakan bahwa dalam proses pengomposan, 2/3 dari karbon
digunakan sebagai sumber energi bagi pertumbuhan mikroorganisme, dan 1/3
lainnya digunakan untuk pembentukan sel bakteri. Perbandingan C dan N awal
yang baik dalam bahan yang dikomposkan adalah 25 - 30 (satuan
berat kering), sedang C/N diakhir proses adalah 10 - 15. Pada rasio yang lebih rendah, ammonia akan
dihasilkan dan aktivitas biologi akan terhambat, sedang pada ratio yang lebih
tinggi, N akan menjadi variabel pembatas.
Karbon (C) adalah
komponen utama penyusun bahan organik, sebagai sumber energi dan terdapat
dalam bahan yang akan dikomposkan seperti titonia. Dalam proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi
menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa
yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan
cepat dan akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50oC
- 70oC. Suhu akan tetap
tinggi selama waktu tertentu. Mikroba
yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif
pada suhu tinggi. Pada saat
ini terjadi dekomposisi/penguraian bahan organik
yang
sangat aktif. Mikroba - mikroba
di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik
menjadi CO2, uap air dan panas (Isroi, 2008). Melalui proses tersebut kadar C bahan kompos
akan turun, dan nilai C/N akan menjadi rendah.
Pada Tabel 4 dapat
dilihat kandungan hara P, K, Ca dan Mg pada semua perlakuan sudah memenuhi
syarat kualitas kompos yang baik (Lampiran 11).
Kandungan hara kompos pada semua perlakuan hampir seragam yaitu sekitar 0,163 - 0,229% P; 3,512 - 4,265%
K; 1,333 - 2,054% Ca; dan 0,763 - 0,824% Mg. Namun demikian, kandungan P dan K
tertinggi masih terdapat pada perlakuan D (kompos tanpa agen hayati). Tingginya kandungan K kompos perlakuan D
karena kandungan bahan organik perlakuan D ini lebih tinggi dari perlakuan
lainnya, sehingga banyak menyumbangkan unsure hara K.
Nilai kandungan hara
dalam semua kompos di atas berkaitan erat dengan kandungan hara titonia. Jama et al. (2000), melaporkan bahwa daun titonia
mengandung unsur hara yang tinggi, yaitu 3,5 - 4% N; 0,35 – 0,38% P; 3,5 – 4,1% K; 0,59% Ca dan 0,27% Mg. Hakim dan Agustian (2003), juga melaporkan bahwa rata - rata
kandungan hara titonia yang terdapat di Sumatera Barat cukup tinggi, yaitu 3,16% N; 0,38% P; dan 3,45% K. Oleh karena itu, tanaman ini dapat dijadikan
sebagai sumber hara, terutama N dan K bagi tanaman.
Berdasarkan hasil
analisis kimia kompos yang telah diuraikan di atas, maka dapat dinyatakan bahwa
pengomposan titonia selama empat minggu dengan menggunakan agen hayati maupun
tanpa agen hayati sudah menghasilkan kompos yang bagus dan siap untuk
diaplikasikan ke lapangan. Pengomposan tanpa menggunakan agen hayati memiliki
kandungan hara yang tidak berbeda dengan kompos yang menggunakan agen
hayati. Dengan demikian, pengomposan
titonia tanpa menggunakan agen hayati lebih efisien daripada menggunakan agen
hayati, hal ini disebabkan karena titonia mudah melapuk. Sifat kimia yang dimiliki kompos tersebut
telah memenuhi syarat kompos yang baik. Aplikasi
dari semua kompos ini diharapkan dapat memperbaiki sifat kimia tanah Ultisol
yang ditanami kedelai.
4.2. HASIL ANALISIS TANAH
4.2.1 Kemasaman (pH), dan Al-dd Tanah
Pengaruh
penambahan kompos titonia terhadap pH dan Al-dd tanah Ultisol dapat dilihat
pada Tabel 5. Pada Tabel 5 terlihat bahwa pH tanah awal sebelum pemberian kompos
titonia pada semua perlakuan (A, B, C, D, E, F, dan G), berdasarkan tabel
kriteria sifat kimia tanah (Lampiran 9) berada pada kriteria agak masam . Nilai
pH pada semua perlakuan berkisar 5,9 – 6,21.
Nilai pH ini sudah mengalami perbaikan dari sifat asli tanah Ultisol
tersebut, karena pada penanaman sebelumnya tanah ini selalu diberi kapur
kecuali perlakuan G.
Tabel 5. Hasil
analisis pH dan Al-dd tanah awal dan setelah inkubasi dengan kompos titonia
selama 1 minggu.
Perlakuan
|
Ciri Kimia Tanah Awal
|
Ciri Kimia Tanah Inkubasi
|
||||
pH H2O
|
pH KCl
|
Al-dd (me/100g)
|
pH H2O
|
pH KCl
|
Al-dd (me/100g)
|
|
A (kompos Tt + Org)
|
5,75am
|
5,21am
|
tu
|
6,33am
|
5,83am
|
tu
|
B (kompos Tt + EM4)
|
5,72am
|
5,40am
|
tu
|
6,34am
|
5,92am
|
tu
|
C (kompos Tt + Std)
|
5,69am
|
5,46am
|
tu
|
6,27am
|
5,90am
|
tu
|
D (kompos Tt )
|
5,83am
|
5,27am
|
tu
|
6,42am
|
5,88am
|
tu
|
E (Tt segar)
|
6,19am
|
5,39am
|
tu
|
6,26am
|
6,60am
|
tu
|
F (100% P btn)
|
5,89am
|
5,32am
|
tu
|
5,89am
|
5,32am
|
tu
|
G (Kontrol)
|
6,21am
|
5,28am
|
0,20
|
6,21am
|
5,28am
|
0,20
|
Ket : am : agak masam, tu : tidak
terukur, P btn : pupuk buatan
Pada penelitian ini
seluruh tanah yang akan diinkubasikan dengan titonia baik dalam bentuk kompos
maupun segar dilakukan penambahan kapur sebanyak 500 kg/ha sebelum kompos
diaplikasikan. Penambahan kapur sebanyak 500 kg/ha adalah sebagai perawatan
yang bertujuan agar pH tanah dapat meningkat dan unsur hara lebih tersedia
terutama N, P dan K. Hal ini sesuai
dengan pendapat Hakim (2006), yang menyatakan bahwa kapur merupakan pengendali
kemasaman tanah yang paling tepat karena
reaksinya cepat dan menunjukkan perubahan kemasaman tanah yang nyata. Sedangkan titonia, sebagai salah satu sumber
bahan organik penyubur tanah ini.
Tabel 5 menunjukkan
bahwa pH setelah tanah diinkubasikan dengan titonia baik dalam bentuk kompos
ataupun segar, masih berada pada kriteria agak masam (A, B, C, D, dan E), meskipun
tidak terjadi perubahan kriteria pH setelah diinkubasikan dengan kompos
titonia, tetapi peningkatan nilai pH beberapa unit setelah inkubasi cukup
menggembirakan. Peningkatan nilai pH H2O pada perlakuan A, B, C, D
dan E sekitar 0,50 – 0,61 unit dan pH
KCl sebesar 0,44 - 0,62
unit. Peningkatan nilai pH tersebut,
menyebabkan Al-dd pun tetap tidak terukur, sedangkan perlakuan F dan G
(kontrol) tidak mengalami peningkatan pH, karena memang tidak diberikan input
apapun dalam proses inkubasi.
Peningkatan
pH H2O tertinggi terdapat pada perlakuan B (kompos dengan agen
hayati EM4) yaitu sebesar 0,61 unit, kemudian disusul oleh perlakuan
D (tanpa agen hayati) sebesar 0,59 unit. Peningkatan nilai pH kedua perlakuan di atas, berhubungan
erat dengan tingginya nilai pH dan kandungan
C-organik kompos titonia pada kedua perlakuan tersebut (lihat Tabel 4). Bahan organik dapat mengikat logam-logam
terutama Al yang terdapat pada Ultisol, sehingga tidak mengalami hidrolisis
yang dapat menyumbangkan H+ dan mengakibatkan meningkatnya pH tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Tan (1998), yang menyatakan bahwa asam-asam organik yang dihasilkan dari proses dekomposisi
bahan organik pada tanah masam akan mengikat Al. Peningkatan
pH pada perlakuan A, B, C, D dan E tidak hanya disebabkan oleh pemberian kompos
sebagai bahan organik, tetapi juga disebabkan oleh pemberian kapur dolomit
sebanyak 500 kg/ha. Hakim (1988),
menyatakan bahwa setelah 3 - 4 tahun pengapuran, maka kapur sebagai perawatan
perlu ditambahkan sebanyak 500 kg/ha.
Pengapuran dapat meningkatkan basa kalsium dan pH tanah. Kalsit
dan dolomit merupakan bahan yang banyak digunakan,
karena relatif murah dan mudah didapat. Disamping itu bahan tersebut
dapat memperbaiki sifat fisik tanah dan tidak
meninggalkan
residu
yang merugikan dalam tanah ( Buckman
dan Brady, 1982).
Apabila pH tanah telah meningkat maka kation aluminium akan mengendap sebagai
gibsit, sehingga tidak lagi merugikan tanaman. Pengaruh
kapur ini dapat dinikmati selama empat sampai lima tahun berikutnya (Hakim,
2006). Setelah itu kapur sebagai
perawatan perlu ditambahkan.
4.2.2 Kandungan C - Organik, N total, dan C/N Tanah
Pengaruh inkubasi titonia
pada Ultisol terhadap kandungan C- organik, N-total, dan C/N tanah dapat dilihat pada Tabel
6. Kandungan C-organik di dalam tanah mengalami
peningkatan setelah diinkubasikan dengan perlakuan A, B, C, D, dan E. Tanah yang diinkubasi dengan kompos dan
titonia segar, mengalami peningkatan
kadar C-organik yang seragam, dari kriteria sedang menjadi kriteria sangat
tinggi.
Berdasarkan
hasil analisis kimia (Tabel 6) menunjukkan bahwa kandungan C-organik tanah awal pada semua perlakuan (A,
B, C, D, E, F, dan G) sebelum diinkubasi dengan kompos titonia tergolong
rendah. Kandungan C-organik tertinggi terdapat pada perlakuan A yaitu 1,70% dan terendah terdapat pada
perlakuan F (100% pupuk buatan) yaitu sebesar 1,48%. Hal ini disebabkan petakan F ini memang tidak
pernah diberikan input bahan organik pada musim tanam sebelumnya, hanya
dilakukan pemberian 100% pupuk buatan saja.
Tabel 6. Hasil analisis kandungan C-organik, N total,
dan C/N tanah awal dan setelah inkubasi 1 minggu dengan kompos titonia.
Perlakuan
|
Ciri Kimia Tanah
|
||||||
Tanah Awal
|
|
Tanah setelah diinkubasi
dg kompos
|
|||||
|
C-organik
|
N - total
|
C/N
|
|
C-organik
|
N - total
|
C/N
|
|
(%)
|
|
|
(%)
|
|
||
A (kompos Tt + Org)
|
1,70rd
|
0,25sd
|
6,80rd
|
|
6,45st
|
0,39sd
|
16,55tg
|
B (kompos Tt + EM4)
|
1,52rd
|
0,29sd
|
5,24rd
|
|
5,39st
|
0,39sd
|
13,62sd
|
C (kompos Tt + Std)
|
1,57rd
|
0,23sd
|
4,90rd
|
|
5,17st
|
0,32sd
|
16,03tg
|
D (kompos Tt )
|
1,75rd
|
0,18sd
|
9,72rd
|
|
5,26st
|
0,29sd
|
18,13tg
|
E (Tt segar)
|
1,62rd
|
0,29sd
|
5,59rd
|
|
4,76st
|
0,30sd
|
15,68sd
|
F (100% P btn)
|
1,48rd
|
0,32sd
|
4,63sr
|
|
1,48rd
|
0,32sd
|
4,63sr
|
G (Kontrol)
|
1,52rd
|
0,20rd
|
7,60rd
|
|
1,52rd
|
0,20rd
|
7,60m
|
Ket : rd : rendah, st : sangat tinggi, sd :sedang,
sr : sangat rendah.
Pada Tabel 6 terlihat
bahwa terjadi peningkatan C-organik tanah setelah diinkubasikan dengan titonia,
baik dalam bentuk kompos ataupun segar, dari kriteria rendah menjadi sangat
tinggi. Perlakuan F dan G tetap berada
pada kriteria rendah, karena kedua petakan ini tidak pernah dilakukan
penambahan bahan organic. Pemberian
kompos titonia dengan agen hayati Orgadec (A) mengalami peningkatan persentase C-organik
tanah paling tinggi yaitu sebesar 4,75%. Peningkatan nilai C-organik tanah untuk
perlakuan yang menggunakan kompos dengan agen hayati EM4 (3,87%),
Stardec (3,6%), dan tanpa agen hayati (3,51%), sedangkan peningkatan
kandungan C-organik tanah yang langsung dibenamkan titonia segar hanya sebesar
3,13%.
Tingginya kandungan C-organik
tanah setelah diinkubasikan dengan kompos yang menggunakan Orgadec (A) disebabkan oleh kandungan C-organik pada tanah awal perlakuan A
ini memang paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Peningkatan kandungan C-organik pada semua
tanah yang diinkubasikan di atas disebabkan oleh pemberian titonia, yang dapat
digunakan sebagai sumber bahan organik. Titonia lebih baik diberikan dalam bentuk
kompos karena mempunyai kandungan C-organik lebih tinggi dan lebih tersedia,
yang dihasilkan dari proses dekomposisi titonia tersebut (Tabel 4). Hal ini selaras dengan pendapat Adimihardja
dan Mappaona (2005), yang menyatakan bahwa jika sisa tanaman ditambahkan ke
dalam tanah maka berbagai bahan organik akan mengalami dekomposisi. Gula, tepung dan protein akan mengalami
dekomposisi secara cepat, sedangkan lemak, lilin dan lignin mengalami
dekomposisi secara lambat bahkan lignin sangat lambat. Semua hal itu, akan menjadi bahan organik
tanah.
Pengaruh inkubasi kompos
terhadap N-total tanah, pada Tabel 6 terlihat bahwa tidak terjadi perubahan
kriteria N-total tanah setelah diinkubasikan dengan perlakuan (A, B, C, dan D),
nilai N-total tanah masih tetap berada pada kriteria sedang. Hal ini disebabkan
tercucinya N oleh air hujan karena saat inkubasi kompos di lapangan sering
terjadi hujan. Selaras dengan pendapat Yulnafatmawita et al. (2006), yang menyatakan bahwa hujan akan membawa sebagian unsur
N, seperti nitrat akan tercuci. Meskipun
tidak terjadi perubahan kriteria N-total pada tanah inkubasi, namun masih
terdapat peningkatan nilai persentase N
sekitar 0,14% pada perlakuan A; 0,1% pada perlakuan B; 0,09% pada perlakuan C; 0,11%
pada perlakuan D; dan 0,01% pada perlakaun E, sedangkan perlakuan F dan G tidak
terjadi perubahan karena memang tanah ini tidak dilakukan inkubasi apapun.
Dari hasil analisis C-organik dan N-total (Tabel
6) didapatkan ratio C/N tanah pada perlakuan A, B, C, D, dan E mengalami
peningkatan dari kriteria rendah menjadi sedang sampai tinggi. Peningkatan C/N
tanah inkubasi sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan kontrol (G) dan perlakuan F yang hanya
mempunyai nilai C/N ≤ 5. Ratio C/N tanah
yang diinkubasi dengan agen hayati Orgadec, EM4, dan Stardec meningkat sekitar 9,75 – 11,3 terutama pada kompos yang menggunakan Stardec
meningkat lebih tajam dari ratio C/N awal yaitu sebesar 11,3.
Begitu juga untuk tanah yang diinkubasikan dengan kompos tanpa agen
hayati (D) dan titonia segar yang langsung dibenamkan ke dalam tanah (E) mengalami peningkatan sebesar 8,41 – 10,09.
Buckman dan Brady
(1982), menyatakan bahwa ratio C/N akan mempengaruhi ketersediaan N tanah dan
pemeliharaan bahan organik tanah.
4.2.3 Kandungan Kation Basa dan Nilai P - tersedia
Hasil
analisis kimia kation basa K dan P-tersedia tanah awal dan setelah diinkubasi
dengan kompos titonia dapat dilihat pada Tabel 7, sedangkan hasil analisis
kimia kation basa Ca dan Mg tanah awal dan setelah setelah inkubasi dengan
kompos titonia disajikan pada tabel 8.
Tabel 7. Hasil analisis K dan P-tersedia tanah awal
dan setelah inkubasi dengan
kompos titonia
Perlakuan
|
Tanah Awal
|
Tanah setelah diinkubasi dengan kompos
|
||||||
K-dd
|
P-tersedia
|
K-dd
|
P-tersedia
|
|||||
(me/100g)
|
ppm
|
(me/100g)
|
ppm
|
|||||
A
|
0,21
rd
|
8,88rd
|
1,38st
|
146,10st
|
||||
B
|
0,35sd
|
1,85sr
|
1,89st
|
159,10st
|
||||
C
|
0,25
rd
|
0,32sr
|
1,56st
|
73,20st
|
||||
D
|
0,31sd
|
2,10sr
|
1,75st
|
18,40sd
|
||||
E
|
0,27rd
|
2,89sr
|
1,19st
|
15,90sd
|
||||
F
|
0,38sd
|
22,68sd
|
0,38sd
|
22,68sd
|
||||
G
|
0,19rd
|
0,02sr
|
0,19rd
|
0,02
sr
|
||||
Ket : sr = sangat rendah, rd =
rendah, sd = sedang, Tg = tinggi, st
= sangat tingi
Pada Tabel 7 dapat
dilihat bahwa K-dd tanah awal pada semua perlakuan berada pada kriteria rendah
sampai sedang. Nilai K-dd tanah awal untuk perlakuan D, B, dan F tergolong
kriteria sedang yaitu sekitar 0,31 - 0,38 me/100g. Nilai K-dd tertinggi terdapat pada perlakuan
F yaitu sebesar 0,38 me/100g tanah karena memang pada musim tanam sebelumnya
petakan F ini diberikan pupuk buatan 100% sehingga unsur hara K lebih banyak
tersedia. Perlakuan lainnya (A, C, E, dan G) mempunyai nilai K-dd yang tergolong
rendah yaitu sekitar 0,19
– 0,27 me/100g. Hal ini menunjukkan bahwa dibutuhkan input K tambahan ke dalam
tanah tersebut.
Berdasarkan hasil
analisis kimia (Tabel 7) menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kandungan K-dd
tanah menjadi kriteria sangat tinggi setelah diinkubasikan dengan kompos
titonia dan titonia segar (A, B, C, D, dan E).
Perlakuan A, B dan C mengalami peningkatan K-dd sekitar 0,29 – 1,54 me/100g. Peningkatan tertinggi terjadi pada perlakuan
B (kompos + EM4) yaitu sekitar 1,54 me/100g, kemudian disusul oleh perlakuan
D yang mengalami peningkatan nilai K-dd sebesar
1,44 me/100g. Titonia segar yang langsung
dibenamkan ke dalam tanah selama satu minggu, hanya mengalami peningkatan nilai
sebesar 0,92 me/100g. Perlakuan F dan G tidak mengalami peningkatan
apapun karena memang tidak dilakukan penambahan apapun dalam proses
inkubasi. Tampaknya, penambahan kompos
titonia dengan agen hayati dan tanpa agen hayati memberikan peningkatan nilai K-dd yang tidak jauh berbeda, namun berbeda
dengan titonia yang langsung dibenamkan ke dalam tanah. Hal ini disebabkan oleh kompos yang diberikan ke
dalam tanah sudah mengalami pelapukkan dan dekomposisi sempurna, sehingga unsur
hara K lebih tersedia.
Pada Tabel 7, juga
terlihat bahwa P-tersedia tanah awal pada semua perlakuan berada pada kriteria
sangat rendah sampai sedang yaitu sekitar 0,02 – 22,68 ppm. Nilai P-tersedia
paling rendah terdapat pada perlakuan G (kontrol) yaitu 0,02 ppm, hal ini
disebabkan memang tanah ini dari musim tanam sebelumnya tidak pernah diberikan
input apapun. Sedangkan P-tersedia yang nilainya lebih tinggi dari perlakuan
lain berada pada kriteria sedang dengan nilai 22,68 ppm terdapat pada perlakuan
F.
Tingginya nilai P-tersedia
pada perlakuan F disebabkan oleh perlakuan pada musim tanam sebelumnya
diberikan input pupuk buatan 100%, sehingga terdapat sisa - sisa P di dalam
tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat
Adimihardja dan Mappaona (2005), yang menyatakan bahwa pada umumnya hanya
sebagian kecil (15 - 25%) dari pupuk P yang diberikan ke tanah diambil oleh
tanaman, sisanya dierap dan tertinggal dalam tanah. Pupuk P yang dierap oleh tanah ini tidak
hilang tetapi akan dimanfaatkan oleh tanaman-tanaman berikutnya, dan kejadian
ini dikenal dengan nama residu pemupukkan P. Dengan demikian pemberian pupuk P
yang berulang - ulang dapat menghasilkan penimbunan residu pupuk P, sehingga
meningkatkan kandungan P tanah.
Pada Tabel
7, dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kandungan P-tersedia tanah setelah diinkubasikan
dengan kompos titonia. Tanah awal berada
pada kriteria sangat rendah sampai rendah.
Setelah tanah diinkubasikan dengan kompos titonia, hara P perlakuan A, B
dan C meningkat menjadi kriteria sangat tinggi.
Peningkatan P-tersedia tertinggi terdapat pada perlakuan B (kompos
titonia + EM4), sebesar 157,25
ppm. Peningkatan ini seiring dengan
tingginya kandungan N-total dan K-dd tanah yang telah diinkubasikan dengan
perlakuan B ini yaitu sebesar (Tabel 6).
Tabel 8. Hasil
analisis Ca dan Mg tanah awal dan
setelah diinkubasi dengan kompos titonia.
Perlakuan
|
Tanah Awal
|
Tanah setelah diinkubasi dengan kompos
|
|||
Ca-dd
|
Mg-dd
|
Ca-dd
|
Mg-dd
|
||
(me/100g)
|
|||||
A (kompos Tt + Org)
|
1,50sr
|
0,24sr
|
2,06rd
|
0,32rd
|
|
B (kompos Tt + EM4)
|
1,74sr
|
0,31rd
|
2,15rd
|
0,34rd
|
|
C (kompos Tt + Std)
|
2,63rd
|
0,27sr
|
2,38rd
|
0,33rd
|
|
D (kompos Tt )
|
2,06rd
|
0,27sr
|
2,41rd
|
0,34rd
|
|
E (Tt segar)
|
2,89rd
|
0,27sr
|
2,70rd
|
0,33rd
|
|
F (100% P btn)
|
2,97rd
|
0,26sr
|
2,97rd
|
0,26sr
|
|
G (Kontrol)
|
2,84rd
|
0,27sr
|
2,84rd
|
0,27sr
|
|
Ket : rd = rendah, sd = sedang, Tg = tinggi, st
= sangat tinggi
Pada Tabel 8 terlihat
bahwa perlakuan A dan B mempunyai kandungan Ca-dd tanah awal yang sangat
rendah, sedangkan perlakuan (C, D, E, F, dan G) mempunyai Ca-dd tergolong
rendah. Hal ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan Ca-dd tanah awal yang
berada pada kriteria sangat rendah sampai rendah, tanah harus dikapur untuk
meningkatkan pH dan untuk meningkatkan ketersediaan Ca dan kation basa lainnya.
Semua perlakuan
mempunyai kandungan Ca-dd yang sama setelah dilakukan inkubasi yaitu berada
pada kriteria rendah, tetapi terdapat peningkatan nilai Ca-dd yang bervariasi
terhadap tanah awalnya. Perlakuan A dan B mengalami peningkatan Ca-dd yang
besar, tanah awal yang berada pada kriteria sangat rendah meningkat menjadi kriteria
rendah setelah diinkubasikan, peningkatan nilainya sebesar 0,41 - 0,56 me/100g.
Perlakuan D yang diinkubasikan dengan kompos titonia tanpa agen hayati juga
mengalami peningkatan nilai Ca-dd sebesar 0,35 me/100g, perlakuan C sebesar 0,25 me/100 g, sedangkan
perlakuan lainnya tidak mengalami peningkatan nilai. Hal di atas menunjukkan
bahwa pemberian kompos dengan agen hayati Orgadec, EM4 dan tanpa
agen hayati lebih baik dalam meningkatkan Ca-dd tanah dibandingkan perlakuan
lainnya, terutama dengan perlakuan E yang diberikan titonia segar satu minggu
sebelum tanam.
Sama halnya dengan Ca-dd
tanah awal, pada Tabel 8 juga terdapat peningkatan Mg-dd tanah ketika diinkubasikan dengan
kompos titonia dan titonia segar, kadar Mg-dd tanah awal berada pada kriteria
sangat rendah sampai rendah. Kandungan
Mg-dd tanah perlakuan B berada pada kriteria rendah yaitu 0,31 me/100g, sedangkan perlakuan
lainnya (A, C, D, E, F, dan G) berada pada kriteria sangat rendah dengan nilai
berkisar antara 0,24 – 0,27 me/100g.
Berdasarkan tabel
kriteria sifat kimia tanah (Lampiran 9), bahwa terdapat peningkatan Mg-dd tanah
awal (A, C, D dan E) dari kriteria
sangat rendah menjadi rendah setelah diinkubasikan dengan kompos
titonia. Perlakuan D mengalami peningkatan
kriteria Mg–dd dari sangat rendah menjadi rendah, dengan nilai yang tinggi
yaitu sebesar 0,34 me/100 g.
Peningkatan kation basa
K, Ca, Mg serta P –tersedia pada tanah yang diinkubasikan dengan kompos
disebabkan oleh pemberian bahan organik dari titonia yang sangat tinggi
terutama dari kompos ( Tabel 4). Bahan organik dari titonia telah meningkatkan
jumlah bahan organik tanah sehingga mampu mengikat logam - logam berat sehingga
meningkatkan pH dan unsur hara juga lebih tersedia. Hal ini sesuai dengan pendapat Adimihardja
dan Mappaona (1998) yang menyatakan bahwa bahan organik tanah selain berfungsi
menyediakan hara bagi tanaman juga berperan mengkonservasi hara melalui
mekanisme retensi, fiksasi atau khelat.
Unsur yang terjerap dapat berupa unsur hara makro (seperti N, P, K, Ca,
Mg, dan S), unsur hara mikro (yang esensial bagi pertumbuhan tanaman), dan logam
berat maupun senyawa toksik atau beracun.
Sebagian besar unsur tersebut terikat dalam ikatan kompleks atau khelat
dengan komponen bahan organik tanah. Sedangkan kapur dolomit yang diberikan
merupakan sumber Ca dan Mg, sehingga meningkatkan kadar Ca dan Mg tanah.
Dari analisis kation
basa dan P-tersedia tanah setelah diinkubasi dengan kompos titonia, dapat dinyatakan
bahwa pengomposan titonia dengan agen hayati dan tanpa agen hayati lebih banyak
meningkatkan ketersediaan kation basa dan P bagi tanah jika dibandingkan dengan
titonia segar yang langsung dibenamkan ke dalam tanah. Hal ini disebabkan oleh proses dekomposisi
yang sempurna terjadi ketika titonia dikomposkan terlebih dahulu sehingga
menghasilkan asam - asam organik yang dapat meningkatkan kelarutan kation basa
dan P.
Adimihardja dan Mappaona (1998) melaporkan bahwa, pemberian bahan organik dan
kapur dapat meningkatkan kandungan P tersedia dalam tanah. Pengaruh tidak
langsung terjadi karena proses dekomposisi bahan organik yang menghasilkan asam-asam
organik mampu menonaktifkan anion-anion pengikat fosfat, yaitu Al dan Fe, dan
membentuk senyawa logam organik. Jadi, penambahan bahan organik, kapur dan pemupukan NPK mampu memperbaiki
beberapa sifat tanah, seperti pH tanah, kandungan bahan organik, P-tersedia,
dan menurunkan kandungan Al-dd.
Meirita (2007) juga melaporkan bahwa
penambahan titonia sebagai sumber hara setara 25 – 100 kg NK/ha untuk
mengurangi penggunaan NK pupuk buatan pada Ultisol Limau Manis musim tanam ke
tiga dapat memperbaiki sifat kimia tanah, terutama dalam meningkatkan
ketersediaan N, K dan P-tersedia, C-organik,
Ca, dan Mg serta menurunkan Al-dd tanah sampai tidak terukur.
Berdasarkan
hasil analisis kimia yang telah diuraikan di atas, maka dapat dinyatakan bahwa
terdapat perubahan sifat kimia tanah kearah yang lebih baik akibat pemberian
kapur dan kompos titonia. Perbaikan sifat
kimia tanah diharapkan bisa meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman
kedelai pada Ultisol.
4.3
HASIL PENGAMATAN TANAMAN
4.3.1
Pertumbuhan Tanaman
Pertumbuhan tanaman kedelai akibat penambahan kompos titonia dengan agen
hayati atau tanpa agen hayati dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 menunjukkan
pertumbuhan tanaman kedelai perlakuan A, B, C dan D terlihat sangat bagus pada
umur 8 minggu setelah tanam, karena diberikan kompos titonia dan 50% NK pupuk
buatan. Pertumbuhan tanaman dengan pemberian kompos titonia tanpa agen hayati (D) sama bagusnya dengan tanaman yang diberikan
kompos + agen hayati (A, B, dan C). Pada
gambar 1 tampak bahwa perlakuan A, B, C dan D kanopi tanamannya sudah menutupi permukaan
tanah.
Pertumbuhan tanaman kedelai perlakuan
G (kontrol) justru tampak tidak bagus karena memang tidak pernah diberikan
input apapun pada musim tanam jagung sebelumnya dan musim tanam saat ini. Tanaman tumbuh tampak kerdil dan belum
menutupi permukaan tanah setelah berumur 8 minggu. Pada gambar 1 G terlihat
pertumbuhan tanaman lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan E, F serta
perlakuan A, B, C, dan D.
|
|
|
|
|
|
|
Gambar 1. Pertumbuhan tanaman kedelai umur 8 minggu setelah tanam yang
dipengaruhi oleh penambahan kompos titonia dan pupuk buatan pada Ultisol Limau Manis Padang. A = kompos titonia dengan Orgadec + 50% NK
pupuk buatan, B = kompos titonia dengan EM4 + 50% NK pupuk buatan, C
= Kompos titonia dengan Stardec + 50% NK pupuk buatan, D = kompos titonia saja
+ 50% NK pupuk buatan. E = titonia segar + 50% NK pupuk buatan, F = 100% pupuk
buatan, dan G = kontrol, tanpa masukan apapun
Pertumbuhan tanaman pada perlakuan F (100% pupuk buatan) terlihat lebih
bagus dibandingkan dengan perlakuan E dan G, namun pertumbuhannya tidak berbeda
dengan perlakuan A, B, C, dan D.
Pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik dengan penambahan kompos titonia
dengan agen hayati ataupun tanpa agen hayati, ditambah pupuk buatan setara 50%
NK kebutuhan tanaman kedelai. Hal ini
terlihat jelas jika dibandingkan
perlakuan G (kontrol) yang tumbuh sangat kerdil.
Berdasarkan
pertumbuhan tanaman tersebut, berarti
bahwa penambahan kompos titonia dan pupuk buatan serta kapur, sangat diperlukan untuk pertumbuhan
tanaman yang lebih bagus, dan
akan dapat memberikan hasil tanaman kedelai yang optimal. Pengamatan tinggi tanaman pada saat
2 minggu akan panen atau umur 75 hari, dianalisis ragam dan diuji lanjut dengan
BNJ 5% (Tabel 9). Hasil analisis ragam
menunjukkan bahwa pemberian kompos titonia dengan agen hayati berbeda-beda
memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman kedelai (Lampiran 10).
Tabel 9.
Tinggi tanaman kedelai umur 75 hari dan jumlah polong pertanaman pada Ultisol
Limau Manis Padang yang dipengaruhi oleh penambahan kompos titonia dan NK pupuk
buatan.
Perlakuan
|
Tinggi Tanaman (cm)
|
A (Kompos Org + 50% NK pb)
|
80,33 a
|
B (Kompos EM4 + 50% NK pb)
|
77,00 ab
|
C (Kompos Std + 50% NK pb)
|
57,33 ab
|
D (Kompos Tt + 50% NK pb)
|
77,33 ab
|
E (Tt segar + 50% NK pb)
|
51,66 bc
|
F (100% pupuk buatan)
|
74,00 ab
|
G (kontrol)
|
43,33 c
|
Langganan:
Postingan (Atom)