Sabtu, 21 Januari 2012

kandungan hara kompos titonia


                                                                                                                            IV.            HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1  Hasil Analisis Kompos
4.1.1  Kandungan Hara Kompos Titonia
Ciri kimia kompos titonia yang meliputi pH, C-organik, N-total, C/N, P- total, K, Ca, dan Mg dapat dilihat pada Tabel 4. Semua kompos titonia mempunyai pH netral dan pemberian agen hayati tidak berpengaruh terhadap kandungan hara kompos titonia.  Nilai pH 6,5 – 6,7 sudah sesuai dengan syarat kompos yang baik, seperti yang dikemukakan oleh Salundik dan Simamora (2006), bahwa nilai pH kompos sekitar 6,5 – 7,5 sudah bagus.  Pemberian kompos tersebut ke dalam tanah diharapkan akan dapat menaikkan pH tanah.
Tabel 4.  Ciri kimia kompos titonia dengan agen hayati yang berbeda - beda dan tanpa agen hayati.

Ciri kimia Kompos
Perlakuan
A (15 kg Titonia + Orgadec)
B (15 kg Titonia + EM4)
C (15 kg Titonia + Stardec)
D (15 kg Titonia)
pH
6,61nt
6,74nt
6,63nt
6,51nt
C-organik  (%)
42,169
43,079
41,859
43,640
N-total  (%)
2,800
3,236
3,204
3,329
C/N
15,060
13,314
13,063
13,110
P – total  (%)
0,163
0,234
0,191
0,229
K  (%)
3,512
3,789
3,948
4,265
Ca  (%)
1,333
1,364
2,054
1,677
Mg  (%)
0,763
0,772
0,803
0,824
Ket : nt = netral   

Pada Tabel 4 terlihat bahwa kandungan C-organik kompos titonia pada semua perlakuan (A, B, C dan D ) berkisar antara 41,859 – 43,079% atau sekitar 71,997–74,095% bahan organik. Kandungan bahan organik ≥70% sudah memenuhi syarat kompos yang baik (Lampiran 11).  Hal ini berarti kompos titonia  dapat menyumbangkan  bahan organik tinggi  yang merupakan sumber unsur  hara bagi tanaman.   Selaras  dengan  pendapat Hakim  et al.  (1987),   yang

menyatakan bahwa kompos mampu mensuplai sejumlah unsur hara ke dalam tanah seperti N, P, K, Mg, Ca dan unsur hara lainnya.  Hakim dan Agustian (2003), juga menyatakan bahwa titonia dapat dijadikan sebagai sumber bahan organik dan unsur hara. 
Hal yang menarik adalah kompos titonia tanpa agen hayati (D) mengandung C-organik lebih tinggi 0,561 – 1,220% dibandingkan dengan perlakuan lain yang menggunakan agen hayati (A, B, dan C).  Hal itu dapat disebabkan oleh titonia mudah melapuk, sehingga agen hayati tidak diperlukan.
Kandungan N-total kompos titonia pada Tabel 4 hampir seragam, yaitu sekitar 2,800 – 3,329%.  Kadar N sebesar 2,8 – 3,3% tersebut sudah sesuai dengan syarat kompos yang baik pada Lampiran 11, yaitu ≥ 2,12% N.  Kandungan N kompos yang paling tinggi terdapat pada perlakuan D (3,329%), kemudian disusul oleh perlakuan B (3,236%) dan C (3,204%).  Kadar N yang paling rendah didapatkan pada perlakuan A (2,800%), yaitu kompos yang menggunakan    titonia + Orgadec. 
Rendahnya kadar N kompos yang menggunakan agen hayati Orgadec disebabkan karena kompos ini lebih terombak, sehingga unsur yang dibebaskan hilang bersama air yang terbuang dari kompos atau N menguap.  Hal ini sesuai dengan pendapat Indriani (2001), yang menyatakan bahwa mikroba yang terdapat dalam activator Orgadec yaitu Trichoderma pseudokoningii dan Cytophaga sp., mempunyai kemampuan melapukkan bahan organik dalam waktu singkat dan bersifat antagonis terhadap beberapa penyakit akar.
Hakim et al. (1988), mengemukakan bahwa N merupakan salah satu unsur hara yang sangat penting dan dapat disediakan melalui pemupukan atau pemberian kompos. Parnata (2004), juga menyatakan bahwa tumbuhan memerlukan N untuk pertumbuhan, terutama pada fase vegetatif yaitu pertumbuhan cabang, daun, dan batang.  Kekurangan N dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak normal atau kerdil, jaringan tanaman mengering dan mati, pertumbuhan buah tidak sempurna yaitu cepat masak dan kadar proteinnya kecil.

Pada Tabel 4, dapat dilihat ratio C/N seluruh kompos titonia pada semua perlakuan (A, B, C dan D) ≤ 20.  Nilai C/N ≤ 20 sudah memenuhi syarat kompos yang baik dan bagus pada Lampiran 11.  Hal ini berarti kompos titonia yang diinkubasikan selama empat minggu sudah mencapai tingkat kematangan sempurna dan siap untuk diaplikasikan di lapangan.  Indriani (2001), menyatakan bahwa nilai C/N merupakan hasil perbandingan antara karbohidrat dengan N.  Nilai C/N tanah sekitar 10 – 12.  Apabila bahan organik mempunyai C/N mendekati atau sama dengan C/N tanah, maka bahan tersebut dapat digunakan atau diserap tanaman.  Prinsip pengomposan adalah menurunkan C/N ratio bahan organik tersebut sehingga sama dengan C/N tanah (< 20).  Hal yang sama juga dinyatakan oleh Simamora dan Salundik (2006), jika dianalisis di laboratorium, kompos yang sudah matang akan memiliki ciri: 1) tingkat kemasaman (pH) kompos agak masam sampai netral (6,5 – 7,5);  2) memiliki C/N sebesar 10 – 20; dan 3) daya absorbsi (penyerapan) air tinggi.
Tsabitah (2007), mengemukakan bahwa dalam proses pengomposan, 2/3 dari karbon digunakan sebagai sumber energi bagi pertumbuhan mikroorganisme, dan 1/3 lainnya digunakan untuk pembentukan sel bakteri.  Perbandingan C dan N awal yang baik dalam bahan yang dikomposkan adalah 25 - 30 (satuan berat kering), sedang C/N diakhir proses adalah 10 - 15.  Pada rasio yang lebih rendah, ammonia akan dihasilkan dan aktivitas biologi akan terhambat, sedang pada ratio yang lebih tinggi,  N akan menjadi variabel pembatas. 
            Karbon (C) adalah komponen utama penyusun bahan organik, sebagai sumber energi dan terdapat dalam bahan yang akan dikomposkan seperti titonia. Dalam proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan.  Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik.  Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat dan akan diikuti dengan peningkatan pH kompos.  Suhu akan meningkat hingga di atas 50oC - 70oC.  Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu.  Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu  tinggi.  Pada  saat ini  terjadi   dekomposisi/penguraian  bahan  organik yang
sangat aktif.  Mikroba - mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas (Isroi, 2008).  Melalui proses tersebut kadar C bahan kompos akan turun, dan nilai C/N akan menjadi rendah.
Pada Tabel 4 dapat dilihat kandungan hara P, K, Ca dan Mg pada semua perlakuan sudah memenuhi syarat kualitas kompos yang baik (Lampiran 11).  Kandungan hara kompos pada semua perlakuan hampir seragam yaitu sekitar                  0,163 - 0,229% P; 3,512 - 4,265% K; 1,333 - 2,054% Ca; dan 0,763 - 0,824% Mg. Namun demikian, kandungan P dan K tertinggi masih terdapat pada perlakuan D (kompos tanpa agen hayati).  Tingginya kandungan K kompos perlakuan D karena kandungan bahan organik perlakuan D ini lebih tinggi dari perlakuan lainnya, sehingga banyak menyumbangkan unsure hara K.
Nilai kandungan hara dalam semua kompos di atas berkaitan erat dengan kandungan hara titonia. Jama et al. (2000), melaporkan bahwa daun titonia mengandung unsur hara yang tinggi, yaitu 3,5 - 4% N; 0,35 – 0,38% P; 3,5 – 4,1% K; 0,59% Ca dan 0,27% Mg.  Hakim dan Agustian (2003), juga melaporkan bahwa rata - rata kandungan hara titonia yang terdapat di Sumatera Barat cukup tinggi, yaitu 3,16% N; 0,38% P; dan 3,45% K.  Oleh karena itu, tanaman ini dapat dijadikan sebagai sumber hara, terutama N dan K bagi tanaman.  
Berdasarkan hasil analisis kimia kompos yang telah diuraikan di atas, maka dapat dinyatakan bahwa pengomposan titonia selama empat minggu dengan menggunakan agen hayati maupun tanpa agen hayati sudah menghasilkan kompos yang bagus dan siap untuk diaplikasikan ke lapangan. Pengomposan tanpa menggunakan agen hayati memiliki kandungan hara yang tidak berbeda dengan kompos yang menggunakan agen hayati.  Dengan demikian, pengomposan titonia tanpa menggunakan agen hayati lebih efisien daripada menggunakan agen hayati, hal ini disebabkan karena titonia mudah melapuk.  Sifat kimia yang dimiliki kompos tersebut telah memenuhi syarat kompos yang baik.  Aplikasi dari semua kompos ini diharapkan dapat memperbaiki sifat kimia tanah Ultisol yang ditanami kedelai.


4.2.  HASIL ANALISIS TANAH
4.2.1  Kemasaman (pH), dan Al-dd Tanah
Pengaruh penambahan kompos titonia terhadap pH dan Al-dd tanah Ultisol dapat dilihat pada Tabel 5.  Pada  Tabel 5 terlihat bahwa  pH tanah awal sebelum pemberian kompos titonia pada semua perlakuan (A, B, C, D, E, F, dan G), berdasarkan tabel kriteria sifat kimia tanah (Lampiran 9) berada pada kriteria agak masam . Nilai pH pada semua perlakuan berkisar 5,9 – 6,21.  Nilai pH ini sudah mengalami perbaikan dari sifat asli tanah Ultisol tersebut, karena pada penanaman sebelumnya tanah ini selalu diberi kapur kecuali perlakuan G.
Tabel 5. Hasil analisis pH dan Al-dd tanah awal dan setelah inkubasi dengan kompos titonia selama 1 minggu.

Perlakuan
     Ciri Kimia Tanah Awal
     Ciri Kimia Tanah Inkubasi
pH H2O
pH KCl
Al-dd (me/100g)
pH H2O
pH KCl
Al-dd (me/100g)
A  (kompos Tt + Org)
5,75am
5,21am
tu
6,33am
5,83am
tu
B  (kompos Tt + EM4)
5,72am
5,40am
tu
6,34am
5,92am
tu
C  (kompos Tt + Std)
5,69am
5,46am
tu
6,27am
5,90am
tu
D  (kompos Tt )
5,83am
5,27am
tu
6,42am
5,88am
tu
E  (Tt segar)
6,19am
5,39am
tu
 6,26am
6,60am
tu
F  (100%  P btn)
5,89am
5,32am
tu
5,89am
5,32am
tu
G  (Kontrol)
6,21am
5,28am
0,20
6,21am
5,28am
0,20
Ket :  am : agak masam, tu : tidak terukur, P btn : pupuk buatan


Pada penelitian ini seluruh tanah yang akan diinkubasikan dengan titonia baik dalam bentuk kompos maupun segar dilakukan penambahan kapur sebanyak 500 kg/ha sebelum kompos diaplikasikan. Penambahan kapur sebanyak 500 kg/ha adalah sebagai perawatan yang bertujuan agar pH tanah dapat meningkat dan unsur hara lebih tersedia terutama N, P dan K.  Hal ini sesuai dengan pendapat Hakim (2006), yang menyatakan bahwa kapur merupakan pengendali kemasaman tanah yang paling tepat  karena reaksinya cepat dan menunjukkan perubahan kemasaman tanah yang nyata.  Sedangkan titonia, sebagai salah satu sumber bahan organik penyubur tanah ini.
Tabel 5 menunjukkan bahwa pH setelah tanah diinkubasikan dengan titonia baik dalam bentuk kompos ataupun segar, masih berada pada kriteria agak masam (A, B, C, D, dan E), meskipun tidak terjadi perubahan kriteria pH setelah diinkubasikan dengan kompos titonia, tetapi peningkatan nilai pH beberapa unit setelah inkubasi cukup menggembirakan. Peningkatan nilai pH H2O pada perlakuan A, B, C, D dan E sekitar  0,50 – 0,61 unit dan pH KCl sebesar          0,44 - 0,62 unit.  Peningkatan nilai pH tersebut, menyebabkan Al-dd pun tetap tidak terukur, sedangkan perlakuan F dan G (kontrol) tidak mengalami peningkatan pH, karena memang tidak diberikan input apapun dalam proses inkubasi.
Peningkatan pH H2O tertinggi terdapat pada perlakuan B (kompos dengan agen hayati EM4) yaitu sebesar 0,61 unit, kemudian disusul oleh perlakuan D (tanpa agen hayati) sebesar 0,59 unit.  Peningkatan nilai pH kedua perlakuan di atas, berhubungan erat dengan tingginya nilai pH dan kandungan  C-organik kompos titonia pada kedua perlakuan tersebut (lihat Tabel 4).  Bahan organik dapat mengikat logam-logam terutama Al yang terdapat pada Ultisol, sehingga tidak mengalami hidrolisis yang dapat menyumbangkan H+ dan mengakibatkan meningkatnya pH tanah.  Hal ini sesuai dengan pendapat  Tan (1998),  yang menyatakan bahwa asam-asam organik yang dihasilkan dari proses dekomposisi bahan organik pada tanah masam akan mengikat Al.  Peningkatan pH pada perlakuan A, B, C, D dan E tidak hanya disebabkan oleh pemberian kompos sebagai bahan organik, tetapi juga disebabkan oleh pemberian kapur dolomit sebanyak 500 kg/ha.  Hakim (1988), menyatakan bahwa setelah 3 - 4 tahun pengapuran, maka kapur sebagai perawatan perlu ditambahkan sebanyak 500 kg/ha.
Pengapuran dapat meningkatkan basa kalsium dan pH tanah.  Kalsit dan dolomit merupakan bahan yang banyak digunakan, karena relatif murah dan mudah didapat.  Disamping itu bahan tersebut dapat memperbaiki sifat fisik tanah  dan  tidak  meninggalkan  residu yang merugikan dalam tanah  ( Buckman


 dan Brady, 1982).  Apabila pH tanah telah meningkat maka kation aluminium akan mengendap sebagai gibsit, sehingga tidak lagi merugikan tanaman. Pengaruh kapur ini dapat dinikmati selama empat sampai lima tahun berikutnya (Hakim, 2006).  Setelah itu kapur sebagai perawatan perlu ditambahkan.

4.2.2  Kandungan C -  Organik,  N total, dan C/N Tanah
Pengaruh inkubasi titonia  pada Ultisol terhadap kandungan  C- organik,   N-total, dan C/N tanah dapat dilihat pada Tabel 6.  Kandungan C-organik di dalam tanah mengalami peningkatan setelah diinkubasikan dengan perlakuan A, B, C, D, dan E.  Tanah yang diinkubasi dengan kompos dan titonia segar, mengalami  peningkatan kadar C-organik yang seragam, dari kriteria sedang menjadi kriteria sangat tinggi.
Berdasarkan hasil analisis kimia (Tabel 6) menunjukkan bahwa kandungan  C-organik tanah awal pada semua perlakuan (A, B, C, D, E, F, dan G) sebelum diinkubasi dengan kompos titonia tergolong rendah. Kandungan C-organik tertinggi terdapat pada perlakuan A  yaitu 1,70% dan terendah terdapat pada perlakuan F (100% pupuk buatan) yaitu sebesar 1,48%.  Hal ini disebabkan petakan F ini memang tidak pernah diberikan input bahan organik pada musim tanam sebelumnya, hanya dilakukan pemberian 100% pupuk buatan saja.
Tabel 6.  Hasil analisis kandungan C-organik, N total, dan C/N tanah awal dan setelah inkubasi 1 minggu dengan kompos titonia.

Perlakuan
Ciri Kimia Tanah
Tanah Awal

Tanah setelah diinkubasi dg kompos

C-organik
N - total
C/N

C-organik
N - total
C/N

(%)


(%)

A  (kompos Tt + Org)
1,70rd
0,25sd
6,80rd

6,45st
0,39sd
16,55tg
B  (kompos Tt + EM4)
1,52rd
0,29sd
5,24rd

5,39st
0,39sd
13,62sd
C  (kompos Tt + Std)
1,57rd
0,23sd
4,90rd

5,17st
0,32sd
16,03tg
D  (kompos Tt )
1,75rd
0,18sd
9,72rd

5,26st
0,29sd
18,13tg
E  (Tt segar)
1,62rd
0,29sd
5,59rd

4,76st
0,30sd
15,68sd
F  (100%  P btn)
1,48rd
0,32sd
4,63sr

1,48rd
0,32sd
4,63sr
G  (Kontrol)
1,52rd
0,20rd
7,60rd

1,52rd
0,20rd
7,60m
Ket  : rd : rendah, st : sangat tinggi, sd :sedang, sr : sangat rendah.
Pada Tabel 6 terlihat bahwa terjadi peningkatan C-organik tanah setelah diinkubasikan dengan titonia, baik dalam bentuk kompos ataupun segar, dari kriteria rendah menjadi sangat tinggi.  Perlakuan F dan G tetap berada pada kriteria rendah, karena kedua petakan ini tidak pernah dilakukan penambahan bahan organic.  Pemberian kompos titonia dengan agen hayati Orgadec (A) mengalami peningkatan persentase C-organik tanah paling tinggi yaitu sebesar 4,75%. Peningkatan nilai C-organik tanah untuk perlakuan yang menggunakan kompos dengan agen hayati EM4 (3,87%), Stardec (3,6%), dan tanpa agen hayati (3,51%), sedangkan peningkatan kandungan C-organik tanah yang langsung dibenamkan titonia segar hanya sebesar 3,13%.
Tingginya kandungan C-organik tanah setelah diinkubasikan dengan kompos yang menggunakan Orgadec (A)  disebabkan oleh  kandungan C-organik pada tanah awal perlakuan A ini memang paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya.  Peningkatan kandungan C-organik pada semua tanah yang diinkubasikan di atas disebabkan oleh pemberian titonia, yang dapat digunakan sebagai sumber bahan organik. Titonia lebih baik diberikan dalam bentuk kompos karena mempunyai kandungan C-organik lebih tinggi dan lebih tersedia, yang dihasilkan dari proses dekomposisi titonia tersebut (Tabel 4).  Hal ini selaras dengan pendapat Adimihardja dan Mappaona (2005), yang menyatakan bahwa jika sisa tanaman ditambahkan ke dalam tanah maka berbagai bahan organik akan mengalami dekomposisi.  Gula, tepung dan protein akan mengalami dekomposisi secara cepat, sedangkan lemak, lilin dan lignin mengalami dekomposisi secara lambat bahkan lignin sangat lambat.  Semua hal itu, akan menjadi bahan organik tanah.
Pengaruh inkubasi kompos terhadap N-total tanah, pada Tabel 6 terlihat bahwa tidak terjadi perubahan kriteria N-total tanah setelah diinkubasikan dengan perlakuan (A, B, C, dan D), nilai N-total tanah masih tetap berada pada kriteria sedang. Hal ini disebabkan tercucinya N oleh air hujan karena saat inkubasi kompos di lapangan sering terjadi hujan. Selaras dengan pendapat Yulnafatmawita et al. (2006), yang menyatakan bahwa hujan akan membawa sebagian unsur N, seperti nitrat akan tercuci.  Meskipun tidak terjadi perubahan kriteria N-total pada tanah inkubasi, namun masih terdapat  peningkatan nilai persentase N sekitar 0,14% pada perlakuan A; 0,1% pada perlakuan B; 0,09% pada perlakuan C; 0,11% pada perlakuan D; dan 0,01% pada perlakaun E, sedangkan perlakuan F dan G tidak terjadi perubahan karena memang tanah ini tidak dilakukan inkubasi apapun.
 Dari hasil analisis C-organik dan N-total (Tabel 6) didapatkan ratio C/N tanah pada perlakuan A, B, C, D, dan E mengalami peningkatan dari kriteria rendah menjadi sedang sampai tinggi. Peningkatan C/N tanah inkubasi sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan  kontrol (G) dan perlakuan F yang hanya mempunyai nilai C/N ≤ 5.  Ratio C/N tanah yang diinkubasi dengan agen hayati Orgadec, EM4, dan Stardec meningkat sekitar  9,75 – 11,3  terutama pada kompos yang menggunakan Stardec meningkat lebih tajam dari ratio C/N awal yaitu  sebesar 11,3.  Begitu juga untuk tanah yang diinkubasikan dengan kompos tanpa agen hayati (D) dan titonia segar yang langsung dibenamkan ke dalam tanah  (E) mengalami peningkatan sebesar 8,41 – 10,09.  Buckman dan Brady (1982), menyatakan bahwa ratio C/N akan mempengaruhi ketersediaan N tanah dan pemeliharaan bahan organik tanah.

4.2.3  Kandungan Kation Basa dan Nilai P -  tersedia
Hasil analisis kimia kation basa K dan P-tersedia tanah awal dan setelah diinkubasi dengan kompos titonia dapat dilihat pada Tabel 7, sedangkan hasil analisis kimia kation basa Ca dan Mg tanah awal dan setelah setelah inkubasi dengan kompos titonia disajikan pada tabel 8. 
Tabel 7.   Hasil analisis K dan P-tersedia tanah awal dan setelah inkubasi dengan     
                kompos titonia
Perlakuan
Tanah Awal
Tanah setelah diinkubasi dengan kompos
K-dd
P-tersedia
K-dd
P-tersedia

(me/100g)
ppm
(me/100g)
ppm
A
0,21 rd
8,88rd
1,38st
146,10st

B
0,35sd
1,85sr
1,89st
159,10st

C
0,25 rd
0,32sr
1,56st
73,20st

D
0,31sd
2,10sr
1,75st
18,40sd

E
0,27rd
2,89sr
1,19st
15,90sd

F
0,38sd
22,68sd
0,38sd
22,68sd

G
0,19rd
0,02sr
0,19rd
0,02 sr










Ket :  sr = sangat rendah,  rd   = rendah,  sd = sedang, Tg   = tinggi, st  = sangat tingi
Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa K-dd tanah awal pada semua perlakuan berada pada kriteria rendah sampai sedang. Nilai K-dd tanah awal untuk perlakuan D, B, dan F tergolong kriteria sedang yaitu sekitar 0,31 - 0,38 me/100g.  Nilai K-dd tertinggi terdapat pada perlakuan F yaitu sebesar 0,38 me/100g tanah karena memang pada musim tanam sebelumnya petakan F ini diberikan pupuk buatan 100% sehingga unsur hara K lebih banyak tersedia. Perlakuan lainnya (A, C, E, dan G) mempunyai nilai K-dd yang  tergolong  rendah yaitu sekitar          0,19 – 0,27 me/100g. Hal ini menunjukkan bahwa dibutuhkan input K tambahan ke dalam tanah tersebut. 
Berdasarkan hasil analisis kimia (Tabel 7) menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kandungan K-dd tanah menjadi kriteria sangat tinggi setelah diinkubasikan dengan kompos titonia dan titonia segar (A, B, C, D, dan E).  Perlakuan A, B dan C mengalami peningkatan K-dd  sekitar 0,29 – 1,54 me/100g.  Peningkatan tertinggi terjadi pada perlakuan B (kompos + EM4) yaitu sekitar   1,54 me/100g, kemudian disusul oleh perlakuan D  yang mengalami peningkatan nilai K-dd sebesar 1,44 me/100g.  Titonia segar yang langsung dibenamkan ke dalam tanah selama satu minggu, hanya mengalami peningkatan nilai sebesar   0,92 me/100g.  Perlakuan F dan G tidak mengalami peningkatan apapun karena memang tidak dilakukan penambahan apapun dalam proses inkubasi.  Tampaknya, penambahan kompos titonia dengan agen hayati dan tanpa agen hayati memberikan peningkatan nilai  K-dd yang tidak jauh berbeda, namun berbeda dengan titonia yang langsung dibenamkan ke dalam tanah.  Hal ini disebabkan oleh kompos yang diberikan ke dalam tanah sudah mengalami pelapukkan dan dekomposisi sempurna, sehingga unsur hara K lebih tersedia.
Pada Tabel 7, juga terlihat bahwa P-tersedia tanah awal pada semua perlakuan berada pada kriteria sangat rendah sampai sedang yaitu sekitar          0,02 – 22,68 ppm. Nilai P-tersedia paling rendah terdapat pada perlakuan G (kontrol) yaitu 0,02 ppm, hal ini disebabkan memang tanah ini dari musim tanam sebelumnya tidak pernah diberikan input apapun. Sedangkan P-tersedia yang nilainya lebih tinggi dari perlakuan lain berada pada kriteria sedang dengan nilai 22,68 ppm terdapat pada perlakuan F.  
Tingginya nilai P-tersedia pada perlakuan F disebabkan oleh perlakuan pada musim tanam sebelumnya diberikan input pupuk buatan 100%, sehingga terdapat sisa - sisa P di dalam tanah.  Hal ini sesuai dengan pendapat Adimihardja dan Mappaona (2005), yang menyatakan bahwa pada umumnya hanya sebagian kecil (15 - 25%) dari pupuk P yang diberikan ke tanah diambil oleh tanaman, sisanya dierap dan tertinggal dalam tanah.  Pupuk P yang dierap oleh tanah ini tidak hilang tetapi akan dimanfaatkan oleh tanaman-tanaman berikutnya, dan kejadian ini dikenal dengan nama residu pemupukkan P. Dengan demikian pemberian pupuk P yang berulang - ulang dapat menghasilkan penimbunan residu pupuk P, sehingga meningkatkan kandungan P tanah.
Pada Tabel 7, dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kandungan             P-tersedia tanah setelah diinkubasikan dengan kompos titonia.  Tanah awal berada pada kriteria sangat rendah sampai rendah.  Setelah tanah diinkubasikan dengan kompos titonia, hara P perlakuan A, B dan C meningkat menjadi kriteria sangat tinggi.  Peningkatan P-tersedia tertinggi terdapat pada perlakuan B (kompos titonia + EM4),  sebesar 157,25 ppm.  Peningkatan ini seiring dengan tingginya kandungan N-total dan K-dd tanah yang telah diinkubasikan dengan perlakuan B ini yaitu sebesar  (Tabel 6).
Tabel 8. Hasil analisis Ca dan Mg  tanah awal dan setelah diinkubasi dengan kompos titonia.

Perlakuan
Tanah Awal
Tanah setelah diinkubasi dengan kompos
Ca-dd
Mg-dd
Ca-dd
Mg-dd
(me/100g)
A  (kompos Tt + Org)
1,50sr
0,24sr
2,06rd
0,32rd
B  (kompos Tt + EM4)
1,74sr
0,31rd
2,15rd
0,34rd
C  (kompos Tt + Std)
2,63rd
0,27sr
2,38rd
0,33rd
D  (kompos Tt )
2,06rd
0,27sr
2,41rd
0,34rd
E  (Tt segar)
2,89rd
0,27sr
2,70rd
0,33rd
F  (100%  P btn)
2,97rd
0,26sr
2,97rd
0,26sr
G  (Kontrol)
2,84rd
0,27sr
2,84rd
0,27sr






Ket : rd  = rendah,  sd = sedang, Tg   = tinggi, st  = sangat tinggi
Pada Tabel 8 terlihat bahwa perlakuan A dan B mempunyai kandungan Ca-dd tanah awal yang sangat rendah, sedangkan perlakuan (C, D, E, F, dan G) mempunyai Ca-dd tergolong rendah. Hal ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan Ca-dd tanah awal yang berada pada kriteria sangat rendah sampai rendah, tanah harus dikapur untuk meningkatkan pH dan untuk meningkatkan ketersediaan Ca dan kation basa lainnya.
Semua perlakuan mempunyai kandungan Ca-dd yang sama setelah dilakukan inkubasi yaitu berada pada kriteria rendah, tetapi terdapat peningkatan nilai Ca-dd yang bervariasi terhadap tanah awalnya. Perlakuan A dan B mengalami peningkatan Ca-dd yang besar, tanah awal yang berada pada kriteria sangat rendah meningkat menjadi kriteria rendah setelah diinkubasikan, peningkatan nilainya sebesar 0,41 - 0,56 me/100g. Perlakuan D yang diinkubasikan dengan kompos titonia tanpa agen hayati juga mengalami peningkatan nilai Ca-dd sebesar 0,35 me/100g, perlakuan C sebesar                 0,25 me/100 g, sedangkan perlakuan lainnya tidak mengalami peningkatan nilai. Hal di atas menunjukkan bahwa pemberian kompos dengan agen hayati Orgadec, EM4 dan tanpa agen hayati lebih baik dalam meningkatkan Ca-dd tanah dibandingkan perlakuan lainnya, terutama dengan perlakuan E yang diberikan titonia segar satu minggu sebelum tanam.
Sama halnya dengan Ca-dd tanah awal, pada Tabel 8 juga terdapat peningkatan  Mg-dd tanah ketika diinkubasikan dengan kompos titonia dan titonia segar, kadar Mg-dd tanah awal berada pada kriteria sangat rendah sampai rendah.  Kandungan Mg-dd tanah perlakuan B berada pada kriteria rendah yaitu            0,31 me/100g, sedangkan perlakuan lainnya (A, C, D, E, F, dan G) berada pada kriteria sangat rendah dengan nilai berkisar antara 0,24 – 0,27 me/100g. 
Berdasarkan tabel kriteria sifat kimia tanah (Lampiran 9), bahwa terdapat peningkatan Mg-dd tanah awal (A, C, D dan E) dari kriteria  sangat rendah menjadi rendah setelah diinkubasikan dengan kompos titonia.  Perlakuan D mengalami peningkatan kriteria Mg–dd dari sangat rendah menjadi rendah, dengan nilai yang tinggi yaitu sebesar 0,34 me/100 g. 

Peningkatan kation basa K, Ca, Mg serta P –tersedia pada tanah yang diinkubasikan dengan kompos disebabkan oleh pemberian bahan organik dari titonia yang sangat tinggi terutama dari kompos  ( Tabel 4).  Bahan organik dari titonia telah meningkatkan jumlah bahan organik tanah sehingga mampu mengikat logam - logam berat sehingga meningkatkan pH dan unsur hara juga lebih tersedia.  Hal ini sesuai dengan pendapat Adimihardja dan Mappaona (1998) yang menyatakan bahwa bahan organik tanah selain berfungsi menyediakan hara bagi tanaman juga berperan mengkonservasi hara melalui mekanisme retensi, fiksasi atau khelat.  Unsur yang terjerap dapat berupa unsur hara makro (seperti N, P, K, Ca, Mg, dan S), unsur hara mikro (yang esensial bagi pertumbuhan tanaman), dan logam berat maupun senyawa toksik atau beracun.  Sebagian besar unsur tersebut terikat dalam ikatan kompleks atau khelat dengan komponen bahan organik tanah. Sedangkan kapur dolomit yang diberikan merupakan sumber Ca dan Mg, sehingga meningkatkan kadar Ca dan Mg tanah.
Dari analisis kation basa dan P-tersedia tanah setelah diinkubasi dengan kompos titonia, dapat dinyatakan bahwa pengomposan titonia dengan agen hayati dan tanpa agen hayati lebih banyak meningkatkan ketersediaan kation basa dan P bagi tanah jika dibandingkan dengan titonia segar yang langsung dibenamkan ke dalam tanah.  Hal ini disebabkan oleh proses dekomposisi yang sempurna terjadi ketika titonia dikomposkan terlebih dahulu sehingga menghasilkan asam - asam organik yang dapat meningkatkan kelarutan kation basa dan P.
            Adimihardja dan Mappaona (1998) melaporkan bahwa, pemberian bahan organik dan kapur dapat meningkatkan kandungan P tersedia dalam tanah.  Pengaruh tidak langsung terjadi karena proses dekomposisi bahan organik yang menghasilkan asam-asam organik mampu menonaktifkan anion-anion pengikat fosfat, yaitu Al dan Fe, dan membentuk senyawa logam organik. Jadi, penambahan bahan organik, kapur dan pemupukan NPK mampu memperbaiki beberapa sifat tanah, seperti pH tanah, kandungan bahan organik, P-tersedia, dan menurunkan kandungan Al-dd.


Meirita (2007) juga melaporkan bahwa penambahan titonia sebagai sumber hara setara 25 – 100 kg NK/ha untuk mengurangi penggunaan NK pupuk buatan pada Ultisol Limau Manis musim tanam ke tiga dapat memperbaiki sifat kimia tanah, terutama dalam meningkatkan ketersediaan N, K dan P-tersedia,    C-organik, Ca, dan Mg serta menurunkan Al-dd tanah sampai tidak terukur.
Berdasarkan hasil analisis kimia yang telah diuraikan di atas, maka dapat dinyatakan bahwa terdapat perubahan sifat kimia tanah kearah yang lebih baik akibat pemberian kapur dan kompos titonia.  Perbaikan sifat kimia tanah diharapkan bisa meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai pada Ultisol.

4.3              HASIL PENGAMATAN TANAMAN
4.3.1        Pertumbuhan Tanaman
Pertumbuhan tanaman kedelai akibat penambahan kompos titonia dengan agen hayati atau tanpa agen hayati dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 menunjukkan pertumbuhan tanaman kedelai perlakuan A, B, C dan D terlihat sangat bagus pada umur 8 minggu setelah tanam, karena diberikan kompos titonia dan 50% NK pupuk buatan. Pertumbuhan tanaman dengan pemberian kompos titonia tanpa agen hayati  (D) sama bagusnya dengan tanaman yang diberikan kompos + agen hayati (A, B, dan C).  Pada gambar 1 tampak bahwa perlakuan A, B, C dan D  kanopi tanamannya sudah menutupi permukaan tanah.
                Pertumbuhan tanaman kedelai perlakuan G (kontrol) justru tampak tidak bagus karena memang tidak pernah diberikan input apapun pada musim tanam jagung sebelumnya dan musim tanam saat ini.  Tanaman tumbuh tampak kerdil dan belum menutupi permukaan tanah setelah berumur 8 minggu. Pada gambar 1 G terlihat pertumbuhan tanaman lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan E, F serta perlakuan A, B, C, dan D.





 





















Gambar 1. Pertumbuhan tanaman kedelai umur 8 minggu setelah tanam yang dipengaruhi oleh penambahan kompos titonia dan  pupuk buatan pada Ultisol Limau Manis Padang.       A = kompos titonia dengan Orgadec + 50% NK pupuk buatan, B = kompos titonia dengan EM4 + 50% NK pupuk buatan, C = Kompos titonia dengan Stardec + 50% NK pupuk buatan, D = kompos titonia saja + 50% NK pupuk buatan. E = titonia segar + 50% NK pupuk buatan, F = 100% pupuk buatan, dan G = kontrol, tanpa masukan apapun
Pertumbuhan tanaman pada perlakuan F (100% pupuk buatan) terlihat lebih bagus dibandingkan dengan perlakuan E dan G, namun pertumbuhannya tidak berbeda dengan perlakuan A, B, C, dan D.  Pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik dengan penambahan kompos titonia dengan agen hayati ataupun tanpa agen hayati, ditambah pupuk buatan setara 50% NK kebutuhan tanaman kedelai.  Hal ini terlihat jelas jika dibandingkan  perlakuan G (kontrol) yang tumbuh sangat kerdil.
Berdasarkan pertumbuhan tanaman tersebut, berarti bahwa penambahan kompos titonia dan pupuk buatan serta kapur, sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman yang lebih bagus, dan akan dapat memberikan hasil tanaman kedelai yang optimal.  Pengamatan tinggi tanaman pada saat 2 minggu akan panen atau umur 75 hari, dianalisis ragam dan diuji lanjut dengan BNJ 5% (Tabel 9).  Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian kompos titonia dengan agen hayati berbeda-beda memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman kedelai  (Lampiran 10).
Tabel 9. Tinggi tanaman kedelai umur 75 hari dan jumlah polong pertanaman pada Ultisol Limau Manis Padang yang dipengaruhi oleh penambahan kompos titonia dan NK pupuk buatan.

Perlakuan
Tinggi Tanaman (cm)
A (Kompos Org + 50% NK pb)
80,33   a
B (Kompos EM4 + 50% NK pb)
77,00  ab
C (Kompos Std + 50% NK pb)
57,33  ab
D (Kompos Tt + 50% NK pb)
77,33  ab
E (Tt segar + 50% NK pb)
51,66  bc
F (100% pupuk buatan)
74,00  ab
G (kontrol)
43,33   c

Tidak ada komentar:

Posting Komentar