Sabtu, 21 Januari 2012

Proposal Penelitian PENGARUH PEMBERIAAN PUPUK KANDANG AYAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN GANDUM (Triticum aestivum. L) DI KAB. SOLOK Usulan Penelitian Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Pertanian Oleh nunung hidayaty 0810212138 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS 2011 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan proposal penelitian yang berjudul ”Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Ayam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Gandum (Triticum aestivum. L) di Kab. Solok” Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebasar–besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Zulfadly Syarif, MS. dan Bapak Ir. Suardi Gani, MS yang telah banyak memberikan bimbingan, saran dan arahan selama penulis melakukan penyusunan proposal ini, serta Bapak Prof. Dr.Ir. Irfan Suliansyah, MS yang sangat membantu penulis dan juga peran rekan-rekan mahasiswa/i dan semua pihak yang telah ikut membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penyusunan proposal ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan proposal ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca, agar penulisan proposal selanjutnya menjadi lebih baik lagi. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih. Padang, April 2011 N.H DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR LAMPIRAN I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA III. BAHAN DAN METODA 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Rancangan 3.4 Pelaksanaan 3.5 Pengamatan IV. ANALISIS STATISTIK DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR LAMPIRAN 1. Jadwal Kegiatan Penelitian 2. Denah Penempatan Peta Percobaan Menurut Rancangan Acak Lengkap 3. Denah Letak Tanaman Dan Sampel Dalam Satu Satuan Percobaan DAFTAR TABEL 1. Kandungan Hara dari Beberapa Jenis Pupuk Kandang I. PENDAHULUAN Gandum (Triticum aestivum L.) merupakan salah satu komoditi pangan alternatif, dalam rangka mendukung ketahanan pangan serta diversifikasi pangan. Mempunyai peluang untuk dikembangkan karena sudah dikenal masyarakat dengan nama terigu yang sudah biasa dikonsumsi. Untuk saat ini, diversifikasi pangan yang paling berhasil adalah terigu karena penggunaannya cukup luas dengan berbagai kemasan, siap saji dan praktis. Karena itu permintaan pasar untuk komoditi gandum dalam negeri setiap tahunnya cukup tinggi dan terus meningkat hingga tahun 2008 hampir mencapai 5 ton. Produksi gandum dunia selama 5 tahun terakhir cenderung menurun dibanding pemakaian yang terus meningkat. Berdasarkan data Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO), konsumsi terigu Indonesia sangat signifikan dari 9,9 kg per kapita pada 2002, menjadi 17,11 kg per kapita pada 2007 atau sekitar 12% dari konsumsi pangan Indonesia. Di satu sisi peningkatan ini membawa dampak yang positif karena dapat mengurangi ketergantungan terhadap konsumsi beras. Namun disisi lain, terdapat ketimpangan yang cukup besar. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Indonesia mengimpor 4.519.000 ton gandum senilai US$655.954.000 pada 2005. Setahun kemudian angka itu melambung menjadi 4.640.000 ton (US$676.420.000). Pada 2007 Indonesia mengimpor 4.770.000 ton (US$697.524.000). Hal inilah yang membawa dampak negatif bagi bangsa Indonesia yang membuat ketergantungan terhadap biji gandum, dan menguras devisa negara yang cukup besar. Prospek pengembangan gandum di Indonesia sangat menjanjikan. Buktinya, gandum yang termasuk tanaman daerah beriklim dingin (subtropis) ini sudah bisa tumbuh dengan baik di negara tropis seperti Indonesia. Namun sampai saat ini pemerintah masih mengimpor semua kebutuhan gandum di Indonesia. Padahal banyak wilayah di Indonesia yang memenuhi syarat untuk budidaya gandum. Sehingga perlu di budayakan menanam gandum di Indonesia supaya Impor gandum bisa terkurangi. Dari hasil uji coba dan uji adaptif (penyesuaian) para peneliti, ternyata gandum sesuai untuk ditanam di Indonesia pada ketinggian minimal 800 m dengan suhu berkisar 22 - 24° Celcius dengan keasaman tanah yang netral pH 6,5-7,1. Segala jenis lahan bisa kecuali tanah yang tergenang air. Di Indonesia gandum cocok dibudidayakan di dataran tinggi beriklim kering. Sejalan dengan peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi bahan makanan yang sehat, maka untuk saat ini mulai dikurangi mengkonsumsi bahan makanan yang banyak mengandung bahan kimia. Oleh karena itu, sistem pertanian organik merupakan alternatif bagi petani dalam budidaya tanaman. Selain itu sistem pertanian organik juga merupakan salah satu cara dalam rangka melestarikan lingkungan, karena penambahan bahan organik merupakan suatu tindakan perbaikan lingkungan tumbuh tanaman yang antara lain dapat meningkatkan efisiensi pupuk. Alternatif bahan organik yang dapat diberikan pada tanaman gandum adalah pupuk kandang, salah satunya pupuk kandang ayam. Pupuk kotoran ayam merupakan salah satu bentuk bahan organik yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas tanah, antara lain sifat fisika tanah, kimia dan biologinya. Pupuk ini disamping mengandung unsur hara makro seperti N, P, K, Ca, dan Mg juga mengandung unsure mikro seperti Cu dan sejumlah kecil Mn, Co, dan B yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman (Sarief,1986). Pupuk kotoran ayam mengandung Nitrogen tiga kali lebih besar dari pupuk kandang lainnya (Hardjowigeno, 2003). Beberapa hasil penelitian aplikasi pukan ayam selalu memberikan respon tanaman yang terbaik pada musim pertama. Hal ini terjadi karena pukan ayam relatif lebih cepat terdekomposisi serta mempunyai kadar hara yang cukup pula dibandingkan dengan jumlah unit yang sama dengan pukan lainnya (Widowati et al., 2005). Berdasarkan uraian diatas maka penulis ingin melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Ayam terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Gandum (Triticum aestivum. L) di Kab. Solok”. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh interaksi yang terbaik antara bahan organik dan kultivar gandum, memperoleh dosis/takaran pupuk yang sesuai, serta memperoleh kultivar gandum yang terbaik berpotensial dikembangkan di wilayah tersebut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai informasi bagi petani untuk dapat membudidayakan gandum pada daerah tersebut serta bagi pihak yang berkepentingan lainnya tentang genotipe tanaman gandum yang tepat untuk dikembangkan. Hipotesis yang dikemukakan berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas adalah melihat pengaruh pemberian bahan organik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman gandum, melihat kultivar yang cocok untuk dibudidayakan pada daerah tersebut serta melihat interaksi terbaik dari pemberian bahan organik dan kultivar tanaman terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman gandum. II. TINJAUAN PUSTAKA Gandum merupakan makanan pokok manusia, pakan ternak dan bahan industri yang mempergunakan karbohidrat sebagai bahan baku. Gandum dapat diklasifikasikan berdasarkan tekstur biji gandum (kernel), warna kulit biji (bran), dan musim tanam. Berdasarkan tekstur kernel, gandum diklasifikasikan menjadi hard, soft, dan durum. Sementara itu berdasarkan warna bran, gandum diklasifikasikan menjadi red (merah) dan white (putih). Untuk musim tanam, gandum dibagi menjadi winter (musim dingin) dan spring (musim semi). Namun, secara umum gandum diklasifikasikan menjadi hard wheat, soft wheat dan durum wheat. T. aestivum (hard wheat) T. aestivum adalah spesies gandum yang paling banyak ditanam di dunia dan banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan roti karena mempunyai kadar protein yang tinggi. Gandum ini mempunyai ciri-ciri kulit luar berwarna coklat, bijinya keras, dan berdaya serap air tinggi. Setiap bulir terdiri dari dua sampai lima butir gabah. T. compactum (soft wheat) T. compactum merupakan spesies yang berbeda dan hanya sedikit ditanam. Setiap bulirnya terdiri dari tiga sampai lima buah, berwarna putih sampai merah, bijinya lunak, berdaya serap air rendah dan berkadar protein rendah. Jenis gandum ini biasanya digunakan untuk membuat biskuit dan kadang-kadang membuat roti. T. durum (durum wheat) T. durum merupakan jenis gandum yang khusus. Ciri dari gandum ini ialah bagian dalam (endosperma) yang berwarna kuning, bukan putih, seperti jenis gandum pada umumnya dan memiliki biji yang lebih keras, serta memiliki kulit yang berwarna coklat. Gandum jenis ini digunakan untuk membuat produk-produk pasta, seperti makaroni, spageti, dan produk pasta lainnya. Pada umumnya, kernel berbentuk ofal dengan panjang 6–8 mm dan diameter 2–3 mm. Seperti jenis serealia lainnya, gandum memiliki tekstur yang keras. Biji gandum terdiri dari tiga bagian yaitu bagian kulit (bran), bagian endosperma, dan bagian lembaga (germ). Bagian kulit dari biji gandum sebenarnya tidak mudah dipisahkan karena merupakan satu kesatuan dari biji gandum tetapi bagian kulit ini biasanya dapat dipisahkan melalui proses penggilingan. Bran Bran merupakan kulit luar gandum dan terdapat sebanyak 14,5% dari total keseluruhan gandum. Bran terdiri dari 5 lapisan yaitu epidermis (3,9%), epikarp (0,9%), endokarp (0,9%), testa (0,6%), dan aleuron (9%). Bran memiliki granulasi lebih besar dibanding pollard, serta memiliki kandungan protein dan kadar serat tinggi sehingga baik dikonsumsi ternak besar. Epidermis merupakan bagian terluar biji gandum, mengandung banyak debu yang apabila terkena air akan menjadi liat dan tidak mudah pecah. Fenomena inilah yang dimanfaatkan pada penggilingan gandum menjadi tepung terigu agar lapisan epidermis yang terdapat pada biji gandum tidak hancur dan mengotori tepung terigu yang dihasilkan. Kebanyakan protein yang terkandung dalam bran adalah protein larut (albumin dan globulin). Endosperma Endosperma merupakan bagian yang terbesar dari biji gandum (80-83%) yang banyak mengandung protein, pati, dan air. Pada proses penggilingan, bagian inilah yang akan diambil sebanyak-banyaknya untuk diubah menjadi tepung terigu dengan tingkat kehalusan tertentu. Pada bagian ini juga terdapat zat abu yang kandungannya akan semakin kecil jika mendekati inti dan akan semakin besar jika mendekati kulit. Lembaga Lembaga terdapat pada biji gandum sebesar 2,5-3%. Lembaga merupakan cadangan makanan yang mengandung banyak lemak dan terdapat bagian yang selnya masih hidup bahkan setelah pemanenan. Di sekeliling bagian yang masih hidup terdapat sedikit molekul glukosa, mineral, protein, dan enzim. Pada kondisi yang baik, akan terjadi perkecambahan yaitu biji gandum akan tumbuh menjadi tanaman gandum yang baru. Perkecambahan merupakan salah satu hal yang harus dihindari pada tahap penyimpanan biji gandum. Perkecambahan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya kondisi kelembapan yang tinggi, suhu yang relatif hangat dan kandungan oksigen yang melimpah. Gandum (Triticum aestivum L.) berasal dari daerah subtropik dan salah satu serealia dari family Gramineae (Poaceae). Komoditas ini merupakan bahan makanan penting di dunia sebagai sumber kalori dan protein. Gandum merupakan bahan baku tepung terigu yang banyak digunakan untuk pembuatan berbagai produk makanan seperti roti, mie, kue biskuit, dan makanan ringan lainnya (Wiyono, 1980). Gluten pada tepung terigu tidak dimiliki oleh tepung lainnya, menyebabkan keunggulan daya kembang pada tepung gandum. Kebutuhan tepung terigu di Indonesia meningkat setiap tahun sejalan dengan perkembangan ekonomi dan jumlah penduduk (Azwar et al. 1989). Di Asia, tanaman ini adalah yang kedua terbesar setelah padi tetapi pertambahannya lebih cepat dibandingkan padi. Asia merupakan yang terbesar dalam hal luasan dan hasil pada tahun 1992-1994 memberikan konstribusi 67% dari total produksi negara-negara berkembang (39% di Cina, 19% Asia Barat sampai Afrika Utara, 7% di Amerika Latin dan Karibia, serta kurang dari 1% di Sub-Sahara Afrika). Pada periode tersebut (1992-1994) konstribusi negara berkembang adalah 45% dari produksi gandum dunia (551 juta mt) atau 46% dari total luas pertanaman gandum dunia (219 juta ha) (Hariadi, 2002). Indonesia merupakan negara yang mengonsumsi gandum cukup besar di dunia dengan volume impor dari tahun 1997-2001 berkisar antara 3-4 juta ton. Pada tahun 1984 konsumsi tepung terigu mencapai 6,18 kg/kapita/ tahun, kemudian pada tahun 1988 meningkat menjadi 6,59 kg, pada tahun 1990 menjadi 9,17 kg, dan pada tahun 1999 sebesar 14,29 kg/kapita/tahun (Musa, 2002). Sedangkan pola konsumsi makanan akibat pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi beberapa tahun lalu mengakibatkan kebutuhan gandum yang makin tinggi dari tahun ke tahun Pada tahun 1973 volume impor gandum hanya sebesar 600.000 ton yang kemudian naik lebih dari dua kali lipat dalam waktu sepuluh tahun (tahun 1983) atau sebesar 1.48 juta ton. Dengan laju kenaikan rata-rata sebesar 9.5% tersebut maka pada pada awal tahun 1997 sebelum krisis ekonomi kebutuhan gandum diperkirakan sekitar 4.84 juta ton/tahun. Sedangkan jumlah kebutuhan yang relatif besar tersebut serta kemampuan impor yang rendah, maka prospek pengembangan tanaman gandum di Indoensia akan mempunyai peluang ekonomi yang tinggi. Di samping itu periode penanaman gandum di Indoenesia lebih singkat (3-4 bulan) dibandingkan di daerah lintang tinggi (6 bulan dan hanya sekali setahun), sehingga pengusahaan tanaman gandum di Indonesia dapat dilakukan lebih dari sekali setahun jika kondisi lingkunan khususnya hujan memungkinkan(Hariadi, 2002). Hasil penelitian membuktikan bahwa tanaman gandum dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di Indonesia serta mempunyai peluang untuk pengembangannya. Namun perlu diperhatikan pengaruh iklim, terutama curah hujan yang menyebabkan naiknya intensitas penyakit terutama menjelang panen (Azwar et al. 1988). Iklim selain mempengaruhi pertumbuhan tanaman juga sangat mempengaruhi pembentukan tanah karena air yang berasal dari air hujan serta suhu amat berperan dalam mempengaruhi reaksi-reaksi kimia, kondisi fisik tanah, dan aktivitas jasad hidup dalam tanah. Karena itu, lingkungan tropik yang memiliki curah hujan yang tinggi, maka kondisi hara tanah pun akan semakin besar yang disebabkan oleh pencucian (Hakim, et al., 1986). Selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman dari perkecambahan sampai panen tanaman tersebut sangat membutuhkan unsur hara yang cukup. Unsur hara merupakan unsur kimia tertentu yang dibutuhkan oleh tanaman. Jika tanaman tersebut kekurangan unsur hara maka pertumbuhan tanaman menjadi terganggu. Ini dapat dilihat dari gejala-gejala defisiensi unsur hara pada tanaman tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan produksi tanaman. Untuk tanah yang kekurangan unsur hara dapat dilakukan pemupukan. Pemupukan merupakan suatu usaha untuk meningkatkan produksi tanaman. Unsur hara yang berasal dari pupuk ini diperlukan untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif (Sestyamidjaja, 1986). Berdasarkan jumlah yang diperlukan oleh tanaman maka unsur hara dibagi menjadi dua golongan, yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro diperlukan tanaman dan terdapat dalam jumlah yang lebih besar bila dibandingkan dengan unsur hara mikro. Unsur hara makro terdiri dari: Nitrogen (N), Phosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Sulfur (S), sedangkan unsur hara mikro terdiri dari: Besi (Fe), Manngan (Mn), Boron (B), Seng (Zn), Tembaga (Cu), Molybdenum (Mo), dan Klor (Cl) (Novizan, 2005). Jumlah unsur hara di dalam tanah pada umumnya sangat terbatas, untuk dapat menambah kandungan unsur hara tersebut dapat dilakukan dengan penambahan bahan organik. Sehingga terlihat bahwa tanah yang baik untuk tanah pertanian adalah tanah yang banyak mengandung bahan organic dan jasad hidup tanah yang menguntungkan (Pracaya, 2004). Lingga dan Marsono (2001) mengatakan bahwa berdasarkan pembuatannya, pupuk dapat dibedakan menjadi dua yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari bahan yang dihasilkan dari bahan organik seperti pelapukan tumbuhan, hewan dan manusia. Sedangkan pupuk anorganik merupakan pupuk yang sengaja dibuat di pabrik dengan menambahkan unsur-unsur kimia yang dibutuhkan tanaman. Pengaruh bahan organik ada yang bersifat langsung pada tanaman, akan tetapi sebagian besar mempengaruhi tanaman melalui perubahan sifat dan ciri tanah. Bahan organik dapat mempengaruhi sifat fisika, kimia dan biologi tanah yaitu: (1) Meningkatkan kemampuan menahan air, (2) Meangsang granulasi agregat dan kemantapannya, (3) Menurunkan plastisitas, kohesi dan sifat buruk lainnya dari liat, (4) Meningkatkan daya jerap dan kapasitas tukar kation (KTK), (5) Unsur N, P, K diikat dalam bentuk organik dalam tubuh mikroorganisme sehingga terhindar dari pencucian, dan dapt tersedia kembali, (6) Melarutkan sejumlah unsur hara dari mineral oleh sejumlah asam humus, (7) meningkatkan jumlah dan aktivitas metabolic organisme tanah, serta (8) Meningkatkan kegiatan jasad mikro dan dekomposisi bahan organic (Hakim, et al., 1986). Pupuk kandang merupakan pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak, baik ayam, sapi, kerbau maupun kambing yang dapat digunakan untuk menambah hara, memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah. Secara umum, kandungan hara pupuk kandang lebih rendah dari pupuk kimia. Hara dalam pupuk kandang tidak mudah tersedia bagi tanaman. Ketersediaan hara sangat dipengaruhi oleh tingkat dekomposisi atau mineralisasi dari bahan tersebut. Selain itu, komposisi hara dalam pupuk kandang juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis dan umur hewan, jenis makanan dan jenis air yang diberikan, dan alas kandang dari ternak itu sendiri. Beberapa hasil penelitian aplikasi pupuk kandang ayam selalu memberikan respon tanaman yang terbaik pada musim pertama. Hal ini terjadi karena pupuk kandang ayam relatif lebih cepat terdekomposisi serta mempunyai kadar hara yang cukup jika dibandingkan dengan jumlah unit yang sama dengan pupuk kandang lainnya (Widowati et al., 2004). Simanungkalit (2006) juga mengatakan bahwa komposisi hara pupuk kandang sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis dan umur hewan, jenis makanannya, alas kandang dan penyimpanan serta pengelolaannya. Lingga (1991) menguraikan kandungan hara dari beberapa jenis pupuk kandang seperti Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Hara dari Beberapa Jenis Pupuk Kandang Sumber Pukan Kadar Air (%) Bahan Organik (%) N (%) P O5 (%) K2O (%) CaO (%) Rasio C/N (%) Sapi 80 16 0,3 0,2 0,15 0,2 20-25 Kerbau 81 12,7 0,25 0,18 0,17 0,4 25-28 Kambing 64 31 0,7 0,4 0,25 0,4 20-25 Ayam 57 29 1,5 1,3 0,8 4,0 9-11 Babi 78 17 0,5 0,4 0,4 0,07 19-20 Kuda 73 22 0,5 0,25 0,3 0,2 24 Menurut Aksi Agraris Kanisius (AAK) (1973), memupuk artinya memberikan zat-zat makanan kepada tanaman, agar zat-zat makanan tanaman bertambah. Selain itu juga untuk memperbaiki struktur tanah, artinya pupuk yang diberikan tidak dihisap oleh tanaman melainkan memudahkan zat-zat makanan yang ada didalam tanah tersebut dapat dihisap oleh tanaman. Tanaman menyerap unsur Nitrogen (N) terutama dalam bentuk N , namun dalam bentuk lain yang dapat diserap adalah N dan urea. Dalam keadaan aerasi yang baik, senyawa-senyawa N diubah dalam bentuk N . Nitrogen yang tersedia bagi tanaman dapat mempengaruhi pembentukan protein. Disamping itu, unsur ini juga merupakan bagian integral dari khlorofil (Nyakpa et al., 1998). Peranan utama Nitrogen bagi tanaman untuk menyusun zat hijau daun, protein, lemak dan membantu pertumbuhan vegetatif tanaman. Unsur hara makro ini disuplali oleh pupuk kandang, urea, pupuk Za dan berbagai jenis pupuk daun. Gejala kekurangan unsur Nitrogen menyebabkan warna daun berubah menjadi kekuningan atau kuning, jaringan daun mati, dan bentuk buah tidak sempurna (Wiryanta, 2002). Fosfor diserap oleh tanaman dalam bentuk dan , bergantung pada tanah. Fosfor diperlukan untuk pembentukan DNA dan RNA dan berbagai komponen penting lainnya. Fosfor merangsang proses perkecambahan dan pembentukan akar yang terbatas, suhu udara dan laju pertumbuhan vegetatif (Soil Improvement Comitte California Fertilizer Association, 1998). Unsur P berperan dalam mendorong pertumbuhan dan perkembangan akar, mempercepat dan memperkuat pertumbuhan tanaman dewasa, dan meningkatkan pertumbuhan serta pembentukan bunga dan buah serta bagian-bagiannya. Unsur-unsur P berguna bagi tanaman untuk merangsang pembentukan akar, khususnya akar rambut, selain itu juga sebagai bahan mentah untuk pembentukan sejumlah protein tertentu, membantu asimilasi, pernapasan sekaligus mempercepat pembungaan, pemasakan biji dan buah (Lingga dan Marsono, 2001). Disamping itu, P berperan dalam mentransfer energi di dalam sel, mengubah karbohidrat, dan meningkatkan efisiensi kerja khloroplas (Hakim et al., 1986). Unsur Kalium merupakan unsur ketiga setelah N dan P, berbeda dengan unsur makro lain, unsur K tidak sebagai penyusun tubuh tanaman tetapi terdapat pada semua sel, sebagai ion dalam cairan sel. Unsur kalium aktif dalam pembentukan sel dan protein,membantu perkembangan akar, memperkuat tubuh tanaman dan menambah vigor tanaman. Kalium berperan sebagai aktivator enzim, mengimbangi efek negatif dari kelebihan nitrogen dan kematangan yang dipercepat akibat kelebihan P. Kalium sangat penting dalam proses fotosintesis daun dan metabolism yaitu dalam sintesa protein dan asam amino dari ion-ion ammonium (Sarief, 1985). Unsur K diserap tanaman dalam bentuk ion . Jumlahnya dalam keadaan tersedia bagi tanah biasanya kecil. Kalium yang ditambahkan ke dalam tanah biasanya dalam bentuk garam-garam yang mudah larut seperti KCl, , , dan . Kalium merupakan unsure mobile di dalam tanaman dan akan segera ditranslokasikan kejaringan meristematik yang muda jika jumlahnya terbatas bagi tanaman (Nyakpa et al., 1998). III. BAHAN DAN METODA 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dalam bentuk percobaan di lapangan ini akan dilaksanakan di Kab. Solok. Pelaksanaannya akan dimulai dari bulan Mei 2011 hingga bulan Agustus 2011. Jadwal pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah benih gandum, pupuk buatan pupuk kandang, air, pestisida dan herbisida. Sedangkan alat-alat yang akan digunakan adalah cangkul, meteran, timbangan, label, kamera digital, dan alat-alat tulis. 3.3 Rancangan Percobaan ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor, dan masing-masing faktor terdiri dari 2 perlakuan dengan 3 kali ulangan sehingga didapatkan 12 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan diambil 10 tanaman sampel. Denah percobaan dan penempatan tanaman sampel terlampir pada Lampiran 2. Faktor pertama adalah kultivar gandum, yaitu: Kultivar 1 (A1) Kultivar 2 (A2) Faktor kedua perlakuan pemupukan, yaitu: Pemupukan dengan menggunakan Bahan Organik, yaitu Kotoran Ayam (B1) Pemupukan tanpa menggunakan Bahan Organik (B2) Analisis statistik dilakukan dengan uji F pada taraf nyata 5%. Bila F hitung perlakuan lebih besar dari F table 5%, maka dilanjutkan dengan BNJ pada taraf 5%. 3.4 Pelaksanaan 3.3.1 Pengolahan lahan Lahan yang akan digunakan sebagai tempat percobaan diolah terlebih dahulu dengan mencangkul tanah sedalam 25-30 cm. Setelah tanah dicangkul dibiarkan/diangin-anginkan selama 7 hari. Penggemburan tanah dilakukan agar bongkahan tanah menjadi butiran yang lebih halus Kemudian tanah diangin-anginkan selama 7 hari agar terhindari dari unsur-unsur beracun yang kemungkinan ada di dalam kemudian diberi pupuk kandang dengan takaran setengah dari rekomendasi sebagai pupuk dasarnya. Setelah tanah diolah/digemburkan dibuat bedengan dengan lebar 1,75 m dan panjang 5 m. Diantara bedengan dibuat selokan selebar 50 cm dan sedalam 25 cm. Tanah dari galian selokan diambil dan ditaburkan diatas bedengan sehingga menambah tinggi bedengan. Permukaan bedengan dihaluskan dan diratakan sehingga rata benar. Pada setiap bedengan nantinya terdapat ± 6 barisan tanaman dengan jarak 20 x 25 m, jadi setiap bedengan terdiri dari 144 lubang tanam. 3.3.2 Penanaman Penanaman dilakukan setelah tanah yang telah dicampur dengan pupuk kandang diinkubasi selama 1 minggu. Penanaman dilakukan dengan cara menugal yaitu melubangi tanah dengan kayu tugal sedalam 3-5 cm. Kemudian benih gandum dimasukkan ke dalam lubang tanam masing-masingnya sebanyak 2 buah benih. Setelah benih dimasukkan ke dalam lubang, maka taburi furadan kemudian lubang ditutup dengan tanah halus. Pemberian furadan dimasukkan agar benih tidak terkena hama dan penyakit. 3.3.3 Pemberian label dan pemasangan ajir Pemberian label dan pemasangan tiang standar dilakukan bersamaan dengan penanaman. Pelabelan dilakukan agar tidak terjadi kesalahan dalam pemberian perlakuan. Pemberian label sesuai dengan perlakuan yang akan diberikan. Untuk memudahkan dalam pengukuran, dipasang ajir sebagai tiang standar dengan memancangkan tiang-tiang setinggi 1 m dari permukaan tanah sebagai patokan untuk pengukuran tinggi tanaman pada masing-masing tanaman sampel. 3.3.4 Pengairan 3.3.5 Pemberian Perlakuan Pemberian pupuk kandang ayam dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu pada waktu setelah tanam dan 30 HST (hari setelah tanam). Pemberian pupuk kandang dilakukan dengan cara menempatkannya di dalam lubang yang dibuat melingkar di bawah tajuk tanaman sedalam 5-10 cm, kemudian lubang ditimbun kembali. Setelah 3 hari, diikuti dengan pemberian pupuk NPK karena pupuk kandang lebih sulit bereaksi sehingga diberikan lebih cepat dari pupuk NPK. Pupuk kandang ayam diberikan sebanyak 10 ton/ha. 3.3.6 Pemeliharaan Pemeliharaan yang dilakukan berupa pengairan, penyiangan, dan pengendalian hama dan penyakit. 1. Pengairan Pengairan dilakukan pada waktu setelah tanam yang diikuti pemupukan ke-I. Lahan perlu diairi agar benih berkecambah dan dapat tumbuh dengan baik. Pada waktu tanaman berumur 30 HST (hari setelah tanam) yaitu pada waktu setelah penyiangan dan pemupukan ke-II, tanaman perlu diairi agar dapat menyerap pupuk dengan baik. Waktu tanaman berumur 45 65 HST yakni pada waktu fase bunting sampai keluar malai, tanaman perlu diairi agar jumlah bunga dan biji yang dihasilkan banyak. Pada fase pengisian biji sampai masak (± 70-90 HST) tanaman perlu diairi agar tidak menurunkan berat biji yang dihasilkan. 2. Penyiangan Penyiangan dilakukan 2 3 kali tergantung banyaknya populasi gulma. Penyiangan I : tanaman berumur 1 bulan Penyiangan II : dilakukan 3 minggu dari penyiangan pertama Penyiangan III : tergantung banyaknya dan tingginya populasi gulma 3.3.7 Panen Gandum yang siap panen apabila tanaman telah berumur ± 90 untuk dataran rendah, berumur ± 107 hari untuk dataran menengah, dan ± 112 hari untuk untuk dataran tinggi. Sedangkan cirri-ciri tanaman siap panen sebagi berikut : 1. Sekam (lemma dan palea) yang menutupi biji gandum telah mongering 2. Jika biji gandum di gigit sudah terasa keras 3. Kadar air biji gandu antara 20 30 % 4. Panen dilakukan pada keadaan cuaca cerah, karena akan sangat membantu dalam perontokan biji. 3.4 Pengamatan 3.4.1 Tinggi tanaman (cm) Pengamatan tinggi tanaman dimulai dari permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi dengan cara mengukur dari tiang standar yang ditandai setinggi 1 m dari permukaan tanah. Pengamatan dilakukan sejak tanaman berumur tiga minggu, selanjutnya diamati sekali seminggu hingga sepuluh kali pengamatan. 3.4.2 Jumlah daun (helai) Pengamatan jumlah daun dilakukan setelah tanaman berumur tiga minggu dengan menghitung seluruh daun yang telah membuka sempurna yang terdapat pada masing-masing tanaman sampel. Pengamatan dilakukan sekali seminggu sampai sepuluh pengamatan. 3.4.3 Jumlah anakan (batang) Pengamatan jumlah anakan dilakukan setelah tanaman berumur 3 minggu dengan mengitung seluruh anakan yang terbentuk pada masing-masing tanaman sampel. Pengamatan dilakukan sekali seminggu sampai sepuluh pengamatan. 3.4.4 Umur muncul malai (hari) Umur muncul malai dilakukan dengan cara menghitung hari dari waktu tanam sampai munculnya malai. Kriteria yang dipakai adalah telah terlihatnya malai keluar dari ketiak daun. 3.4.5 Umur panen (hari) Pengamatan umur panen dilakukan dengan menghitung jumlah hari yang diperlukan saat tanam hingga panen. 3.4.6 Jumlah anakan produktif (batang) Jumlah anakan produktif dihitung pada saat panen dengan cara menghitung jumlah anakan yang bermalai dari setiap tanaman sampel. 3.4.7 Bobot kering biji per rumpun (gram) Berat biji per rumpun dilakukan dengan menghitung bobot kering tanaman sampel. Penghitungan dengan menggunakan bobot kering lebih akurat dari pada menggunakan bobot basah. 3.4.8 Hasil biji per bedengan Hasil biji per petak, ditimbang setelah malai dijemur dan biji-bijinya telah dirontokkan, tepat pada saat biji telah kering (kadar air biji +10-12%). IV. ANALISIS STATISTIKA Percobaan ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor, dan masing-masing faktor terdiri dari 2 perlakuan dengan 3 kali ulangan sehingga didapatkan 12 satuan percobaan. Data dari hasil pengamatan dianalisis secara statistik menggunakan uji F pada taraf nyata 5%. Bila F hitung perlakuan lebih besar dari F table 5%, maka dilanjutkan dengan BNJ pada taraf 5%. Tabel Dasar Rancangan Acak Lengkap Pola Faktorial Kombinasi Perlakuan Ulangan Total Rata-rata x y z A1B1 A1B1,x A1B1,y A1B1,z X A1B1 A2B1 A2B2,x A2B2,y A2B2,z X A2B2 A1B2 A1B2,x A1B2,y A1B2,z X A1B2 A2B2 A2B2,x A2B2,y A2B2,z X A2B2 Total 4.1 Tabel Sidik Ragam Sumber keragaman Db JK KT F Hitung F Tabel 5% 1% Perlakuan P – 1 JKP Sisa P(U–1) JKS Total PU – 1 JKT 4.2 Perhitungan 1. FK = 2. JK Total = (X11)2 + (X12)2 + (X13)2 + … + (X43 )2 – FK 3. JK Perlakuan = 4. JK Sisa = JK Total – JK Perlakuan 5. KT Perlakuan = 6. KT Sisa = 7. F Hitung P = 8. Lihat F tabel pada 1% dan 5% 9. Bandingkan F hitung dengan F tabel 10. Tarik kesimpulan dengan ketentuan: Jika F hitung > F tabel 5%, berarti berbeda nyata Jika F hitung > F tabel 1%, berarti berbeda sangat nyata Jika F hitung < F tabel 5%, berarti berbeda tidak nyata 11. Tentukan nilai koefisien keragaman (KK) Keterangan: Db : Derajat bebas JK : Jumlah Kuadrat KT : Kuadrat Tengah FK : Faktor Koreksi P : Perlakuan K : Kelompok Uji lanjutan Uji lanjutan yang digunakan adalah Beda Nyata Jujur (DNMRT) pada taraf 5%. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: 1. Hitung kesalahan baku atau standar error (Sy) dengan rumus: 2. Tentukan nilai SSRp (Significant Student Range) dengan menggunakan tabel Duncan’s untuk perlakuan 2,3 dan 4 pada db yang bersangkutan. 3. Hitung nilai LSRp (Least Significant Range) dengan rumus: LSRp = SSRp x Sy 4. Susun rata-rata perlakuan dari yang terbesar sampai yang terkecil. 5. Hitung selisih rata-rata perlakuan, kemudian bandingkan dengan nilai LSRp 5%. Bila selisih nilai rata-rata perlakuan besar dari nilai LSRp 5%, berarti berbeda nyata dan bila nilai rata-rata perlakuan kecil dari nilai LSRp, berarti perlakuan itu tidak berbeda nyata. Misalnya: Perbandingan Rata-Rata Perlakuan Perbandingan Rata-Rata Perlakuan Selisih LSRp 5% Kesimpulan A – B … … * A – C … … * A – D … … * B – C … … * B – D … … * Dst … … * 6. Buat tabel kesimpulan dengan menyusun rata-rata perlakuan dari nilai yang tertinggi sampai yang terendah. Misalnya Tabel Kesimpulan Kombinasi Rata-Rata*) A1B1 …a A2B1 …ab A1B2 …bc A2B2 …cd * Angka-angka pada lajur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama adalah berbeda tidak nyata menurut DNMRT pada taraf nyata 5%. DAFTAR PUSTAKA Aksi Agraris Kanisius (AAK). 1973. Tanah dan Pertanian. Kanisius. Yogyakarta. Azwar, R., T. Danakusuma, dan AA Derajat. 1988. Prospek Pengembangan Terigu di Indonesia. Buku 1. Risalah Simposium Tanaman Pangan II. Puslitbangtan. Bogor: 12-13 Maret 1988. 17 hal. Azwar, R., T. Danakusuma, dan AA Derajat. 1989. Prospek Pengembangan Terigu di Indonesia. Risalah Simposium II Penelitian Tanaman Pangan. Puslitbangtan. Bagor. Hakim, N, A.M. Lubis, Mamat, Yusuf Nyakpa, Gafar, Go Ban Hong. 1987. Pupuk dan Pemupukan. BKS-PTN-Barat/WUAE Project. Palembang. Hakim, N., M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.R. Saul, M.A. Diha, G.B. Hong, H.H Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Negeri Lampung Press. Lampung. 448 hal. Hardjowigeno, S. 2003. Genesis dan Klasifikasi Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. 81 hal. Hariadi. 2002. Penelitian Pengembangan Tanaman Gandum di Indonesia. Bandung. http://www.mail-archive.com [18 April 2011]. Lingga, P dan Marsono. 2001. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. 96 hal. Lingga, P. 1991. Jenis dan Kandungan Hara pada Beberapa Kotoran Ternak. Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Antanan. Bogor. Musa, S. 2002. Program Pengembangan Gandum Tahun 2002 dan Rencana 2003. Disampaikan pada acara rapat koordinasi pengembanga gandum di Pasuruan, Jawa Timur, 3-5 September 2002. Direktorat Serealia. Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan. Novizan. 2001. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta. Nyakpa, M.Y. Lubis, A.M. Pulung, M.A. Amroh, A.G. Munawar, G.B. Hong dan N. Hakim. 1998. Kesuburan Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Pracaya. 2004. Bertanam Sayuran Organik di Kebun, Pot dan Polybag. Penebar Swadaya. Jakarta. 112 hal. Sarief, E.S. 1985. Pupuk dan Cara Pemupukan. Bhatara Karya Aksara. Jakarta. 235 hal. Sarief, E.S. 1986. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung. Sestyamidjaja, D. 1986. Pupuk dan Pemupukan. Bhatara Karya Aksara. Jakarta. 235 hal. Simanungkalit, R.M.D. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. 313 hal. Soil Improvement Comitte California Fertilizer Association. 1998. Western Fertilities Handbook Second Horticulture Edition. Interstate Publisher inc., Illinois. Widowati. L.R., Sri Widati, U. Jaenudin, dan W. Hartatik. 2004. Pengaruh Kompos Pupuk Organik yang Diperkaya dengan Bahan Mineral dan Pupuk Hayati terhadap Sifat-Sifat Tanah, Serapan Hara dan Produksi Sayuran Organik. Laporan Proyek Penelitian Program Pengembangan Agribisnis. Balai Penelitian Tanah. TA. 2004. Wiryanta, W.T.B. 2002. Bertanam Tomat. Jakarta. Agromedia Pustaka. 103 hal. Wiyono, T.N. 1980. Budidaya Tanaman Gandum. PT. Karya Nusantara. Jakarta. 47 hal. Lampiran 2. Denah Penempatan Peta Percobaan Menurut Rancangan Acak Lengkap. Y a U b S X Keterangan : B1, B2 = Perlakuan A1, A2 = Kultivar x, y, z = Ulangan Y = Panjang Lahan (5 m) X = Lebar Lahan (1,75 m) a dan b = Jarak tanam, a = 20 cm dan b = 25 cm Lampiran 3. Denah Letak Tanaman dan Sampel Dalam Satu Satuan Percobaan. e f Keterangan : a = Jarak antar lajur 20 cm b = Jarak antar baris 25 cm c = Jarak tanaman ke pinggir bedengan pada baris 25 cm d = Jarak tanaman ke pinggir bedengan pada lajur 20 cm e = Lebar bedengan 1,75 m f = Panjang bedengan 5 m X = Tanaman gandum = Tanaman sampel

Tidak ada komentar:

Posting Komentar